Hubungan Australia-Indonesia sedikit memanas dalam beberapa hari terakhir. Kejadian ini dipicu oleh bocornya informasi intelijen Australia yang menyadap telepon beberapa tokoh penting Indonesia. Informasi ini pada awalnya diberitakan oleh harian the Guardian dan ABC news.
Di Australia sendiri ada pro dan kontra mengenai tindakan yang harus diambil perdana menteri Abbott terkait masalah ini. Sementara Indonesia meminta penjelasan Australia mengenai aksi ini seperti yang disampaikan oleh Menlu Marty Natalegawa maupun dari akun Twitter presiden SBY. Tetapi PM Abbott masih belum bergeming, jika sebelumnya ia mengatakan sadap-menyadap adalah hal biasa yang dilakukan antar negara, pada prescon (19/11) ia mengatakan penyesalan yang mendalam atas rasa malu yang diderita presiden SBY akibat pemberitaan di media mengenai aksi tersebut.
Sementara di parlemen Australia sendiri, pemimpin oposisi Bill Shorten menyarankan agar perdana menteri meniru langkah yang diambil presiden Obama terhadap kanselir Jerman, Angela Merkel dan berjanji Amerika akan menghentikan kegiatan tersebut. Hal senada disampaikan mantan menlu Australia, Bob Carr, agar pemerintah Australia meminta maaf.
Pernyataan PM Abbott yang kurang sensitif ini bukan baru sekali ini saja terdengar. Pada masa pre-pemilu Agustus-September 2013, ia menggemborkan "buy boat policy" yang ditujukan untuk membeli kapal-kapal sejenis yang biasa digunakan untuk membawa imigran ke Australia untuk dihancurkan serta "turning boat policy" seperti yang diterapkan Australia pada era kepemimpinan PM Howard satu dekade yang lalu. Pesan-pesan yang tampaknya sangat signifikan bagi audiens dalam negeri untuk memenangkan pemilu.
Belum jelas, langkah yang akan diambil PM Abbott, tampaknya ia masih
menunggu surat protes resmi yang akan dikirim Presiden SBY dan
mengindikasikan bahwa ia akan menanggapi surat tersebut dengan sopan dan
sepenuh hati.
No comments:
Post a Comment
Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: