Showing posts with label Ruteng. Show all posts
Showing posts with label Ruteng. Show all posts

Tuesday, December 4, 2012

Perjalanan ke Flores 5: Ruteng Labuhan Bajo

DS Photography
Gereja Katedral Santo Yosef Ruteng.


Amsterdam, mobil yang kami tumpangi dengan gesit melalui transflores highway bergerak menuju Ruteng, ibukotanya Manggarai. Meliuk diantara pendakian dan turunan dan sawah menghijau berjejer dikanan jalan. Melewati orang-orang Manggarai yang berjalan dalam balutan kain hitam khas Manggarai menyelimuti nyaris seluruh badan mereka

Setengah jam sebelum Ruteng, mobil berbelok ke Cancar. Disini terdapat persawahan yang berbentuk jaring laba-laba, beginilah dulu orang-orang Manggarai berbagi lahan persawahan dalam keluarga mereka. Jepret menjepret selesai dan perut mulai memainkan orkestra kriuk-kriuk kelaparan.

Kara teman seperjalanan pun mulai memainkan mimik wajahnya yang kelaparan sesekali berteriak "mummy..mummy..ungry!!! ungry!! (hungry-red)


DS Photography
Petak sawah dengan pola jaring dan lingkaran di Cancar

Kami menikmati makan siang di chinese seafood restaurant, masakannya lumayan enak, si koko pemilik resto sangat ramah pula. Menu seafood lumayan lengkap dari udang, ikan bahkan lobster juga disajikan disini.

Perjalanan dilanjutkan ke taman buah di lereng bukit yang berisi tanaman khas Flores. Tempat ini juga menjamu turis dengan tari perang, sayang kami tidak membuat janji untuk datang kesini tetapi kami diperbolehkan memakai pakaian perang dan bermain dengan senjata lokal seperti cemeti dan tameng dari kulit.

Amsterdam bergerak lagi kali ini menuju kota terakhir di ujung barat Flores, Labuhan Bajo. Seperti biasa setelah perhentian Amsterdam penumpangnya bergilir tempat duduk yang di depan pindah ke belakang, yang di belakang pindah ke tengah dan seterusnya berbagi kesenangan dan kerepotan duduk menyamping di pojok belakang Amsterdam.

Perhentian terakhir tinggal beberapa jam lagi, jalanan Flores mendaki dan menurun pemandangan indah disisi kanan tiada habis-habisnya, sesekali kami melewati truk Fuso yang berfungsi sebagai bus. Dengan bangku-bangku kayu menghadap kedepan dan perlu keahlian memanjat untuk naik keatasnya tak terkecuali ibu-ibu yang memakai sarung.

Amsterdam semakin gesit menyalip mobil-mobil yang didepannya, dan kantuk menyerang setelah makan siang lezat...ahh Labuhan Bajo seperti apakah kiranya dirimu...

Perjalanan ke Flores 4: Ruteng-Labuhan Bajo

Kampung Ngada di kaki Gunung Iriene.
Dari Moni, Amsterdam membawa kami melintasi Flores, melewati Ende dengan pantai birunya dan kami bermalam dipenginapan menuju Bajawa, bertepatan dengan malam 17 belas agustusan yang perayaannya di pusatkan dilapangan yang berjarak 200 meter dari penginapan kami. Kerumunan orang-orang mengelilingi "stage" yang di pasang di badan jalan, satu persatu tarian khas Flores di tampilkan termasuk tari perang. Namun yang berkesan bagi saya adalah tari Jopu dimana para penari yang terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu berdiri membentuk ingkaran dan menghentakkan kaki bersama, sekilas mirip seperti tarian khas Yunani, hmmm...memang Indonesia tiada duanya.


Pagi-pagi sekali "Amsterdam" sudah siap membawa kami menuju Bajawa. Sebuah kota kecil "diatas gunung". Ada kesan syahdu berada di Bajawa, entah karena letaknya yang tinggi sehingga membuat saya berada di kaki langit dan memandang awan berarak di pucuk daun pepohonan atau mungkin suara angin berdesir menghembus batang bambu yang bergoyang, serta gerakan ilalang yang meliuk-liuk tertiup angin.

Amsterdam, mobil yang kami tumpangi membawa kami menyinggahi kampung tradisional Ngada, yang konon katanya telah berusia 800 tahun lebih. Dari jalan tanah yang kami telusuri, desa Ngada terlihat sedikit seperti kampung Asterix, dengan batu-batu yang mengitari kampung menyerupai dinding. Dan ditengah-tengah kampung terdapat menhir.

Orang-orang yang lebih tua didesa ini memakai pakaian tradisional berwarna hitam lengkap dengan kain pengikat kepala. Tak banyak yang tahu tentang sejarah tempat ini.

Pemandu lokal memberi penjelasan tentang rumah adat Ngada. Rumah-rumah tua beratap ijuk berdinding bambu berjejer dikiri kanan membentuk elips dan di tengah-tengah terdapat tanah lapang yang berisikan gubuk dengan versi yang lebih kecil mewakili laki-laki dan perempuan. Disetiap atap rumah tersebut terdapat bentuk-bentuk yang lebih kecil baik berupa orang ataupun miniatur rumah. 
Anak-anak desa Ngada

Anak-anak kecil dengan gesit bermain bola ditengah lapangan, dan jadilah beberapa diantara kita menjadi pemain dadakan. Ah dimana-mana anak-anak sama saja tetap saja riang, tertawa dan tersenyum dengan hidung yang belepotan ingus  bermain dengan bola plastik yang sederhana.

Meninggalkan desa Ngada, Amsterdam bergerak menuju kota Ruteng.