Kampung Ngada di kaki Gunung Iriene. |
Dari Moni, Amsterdam membawa kami melintasi Flores, melewati Ende dengan pantai birunya dan kami bermalam dipenginapan menuju Bajawa, bertepatan dengan
malam 17 belas agustusan yang perayaannya di pusatkan dilapangan yang berjarak 200 meter
dari penginapan kami. Kerumunan orang-orang mengelilingi "stage" yang di pasang
di badan jalan, satu persatu tarian khas Flores di tampilkan termasuk
tari perang. Namun yang berkesan bagi saya adalah tari Jopu dimana para
penari yang terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu berdiri membentuk
ingkaran dan menghentakkan kaki bersama, sekilas mirip seperti tarian khas Yunani, hmmm...memang Indonesia tiada
duanya.
Pagi-pagi
sekali "Amsterdam" sudah siap membawa kami menuju Bajawa. Sebuah kota
kecil "diatas gunung". Ada kesan syahdu berada di Bajawa, entah karena
letaknya yang tinggi sehingga membuat saya berada di kaki langit dan
memandang awan berarak di pucuk daun pepohonan atau mungkin suara angin
berdesir menghembus batang bambu yang bergoyang, serta gerakan ilalang yang meliuk-liuk tertiup angin.
Amsterdam,
mobil yang kami tumpangi membawa kami menyinggahi kampung tradisional
Ngada, yang konon katanya telah berusia 800 tahun lebih. Dari jalan tanah yang kami telusuri, desa Ngada terlihat sedikit seperti kampung Asterix, dengan batu-batu yang mengitari kampung menyerupai dinding. Dan ditengah-tengah kampung terdapat menhir.
Orang-orang yang lebih tua didesa ini memakai pakaian tradisional berwarna hitam lengkap dengan kain pengikat kepala. Tak banyak yang tahu tentang sejarah tempat ini.
Orang-orang yang lebih tua didesa ini memakai pakaian tradisional berwarna hitam lengkap dengan kain pengikat kepala. Tak banyak yang tahu tentang sejarah tempat ini.
Pemandu lokal memberi
penjelasan tentang rumah adat Ngada. Rumah-rumah tua beratap ijuk
berdinding bambu berjejer dikiri kanan membentuk elips dan di
tengah-tengah terdapat tanah lapang yang berisikan gubuk dengan versi
yang lebih kecil mewakili laki-laki dan perempuan. Disetiap atap rumah
tersebut terdapat bentuk-bentuk yang lebih kecil baik berupa orang
ataupun miniatur rumah.
Anak-anak
kecil dengan gesit bermain bola ditengah lapangan, dan jadilah beberapa
diantara kita menjadi pemain dadakan. Ah dimana-mana anak-anak sama
saja tetap saja riang, tertawa dan tersenyum dengan hidung yang belepotan ingus
bermain dengan bola plastik yang sederhana.
Meninggalkan desa Ngada, Amsterdam bergerak menuju kota Ruteng.
No comments:
Post a Comment
Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: