Kami yang sama-sama naik bus dari Maumere memutuskan untuk menyewa mobil bersama sama, kebetulan kenalan pak Gregory baru saja sampai dari labuhan Bajo mengantarkan penumpang menuju Moni. Jadilah kami berlima menaiki kijang kapsul bernama "Amsterdam" di dedikasikan kepada isteri pemilik mobil seorang perempuan Belanda yang bekerja di VSO sebuah NGO asal Belanda di Flores.
Toyota kijang kapsul yg cukup buat berenam ini disewa 350-400 ribu perhari lengkap dengan supir dan bensin. Jadi kita tinggal menentukan rute perjalanan yg ingin di tempuh. Asiknya lagi karena si empunya terbiasa mengantarkan turis berkeliling Flores, sehingga dia dengan senang hati menganjurkan kita melihat tempat-tempat yg menarik di perjalanan.
Setelah makan siang kami diantar melihat desa Ngada dan Jopu, disini bermacam-macam tenuan ikat Flores dapat dilihat, kami juga berkesempatan mengunjungi rumah adat Flores yang menurut anak tetuanya "ibu Maria" telah berumur 800 tahun.
Rumah Adat Flores |
Kara menwarkan diri untuk menjadi penterjemah sementara Uli dan saya memberi isyarat mata kalau kami tak berminat melakukan pekerjaan tersebut, disini tenunan ikat tidak begitu mahal dan kualitas nya pun bervariasi.
Melewati gereja tua Maria Imaculata, kami berhenti sejenak untuk melihat pemandangan, hutan lebat Flores dan dikejauhan di dekat laut terlihat atap-atap rumah kecoklatan dari ilalang.
Tak berapa lama kami sampai di desa Ngada, sekelompok rumah tradisional ada disini, beberapa perempuan sedang menampi beras dan beberapa lagi menawarkan kain tenun dengan sangat bersemangat.
Beberapa batu besar terlihat di halaman kompleks tersebut seperti megalit dan menhir. Mengambil beberapa photo kami melanjutkan perjalanan, kali ini menuju hotspring dan berendam air hangat, hari sudah mulai gelap dan bemo yang kami naiki terseok seok meninggalkan perkampungan.
" Hotspring" atau pemandian air panas, hmmm..mestilah enak melepaskan penat setelah mendaki Kelimutu, berjalan-jalan ke Jopu, ada dua tempat yang ditawarkan, di tengah sawah, sepi tetapi jalannya cukup menantang atau di tempat satunya lebih gampang dicapai.
Setelah gagal dengan pilihan pertama karena kaki kami terperosok ke sawah yang berlumpur akhirnya pilihan kedua yang kami pilih.
Ada dua kolam kecil berdiameter 3-4 meter, satunya diperuntukkan bagi lelaki dan yang diselatan bagi perempuan. Segera saja kami bertiga nyebur ke dalam kolam yang hanya selutut dan hmmmm...hawa hangat menjalar sekujur kulit tubuh, beberapa perempuan yang sedang mandi menepi dan memberi tempat bagi kami, bergantian duduk di bawah pancuran air dan memandang langit bertabur bintang.
"What can be more beautiful than this?", setelah puas berendam kami segera berganti pakaian dan perempuan-perempuan yang tadi menepi kembali bergerak ke arah pancuran air. Hmm,..saya dan kedua teman saya tak percaya, alangkah besar hati nya orang-orang ini. Menepi untuk tiga cewek asing berbikini. Untungnya malam lumayan pekat sehingga apapun yang dipakai tidak begitu kelihatan.
Kami menghabiskan siang hari berdiskusi tentang perjalanan selanjutnya menuju Labuhan Bajo. Joana, Patrick, Jamie dan kami bertiga kurang lebih mempunya rencana yang sama, "to see the famous dragon" alias "komodo"
Makan siang terakhir di restoran pak Gregory dengan menu is "moni cake" hehehe kalo si mak dirumah pastilah menamainya perkedel kentang hanya saja yang ini ditaburi keju parut.
No comments:
Post a Comment
Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: