Friday, December 28, 2012

Religi, tradisi dan bencana

Belum lama hilang dari ingatan kita tentang dahsyatnya tsunami tahun 2004 yang lalu. Yang menewaskan ratusan ribu orang di beberapa negara dan setengah dari jumlah tersebut berasal dari Indonesia.

Kali ini saya tidak sedang berbicara tentang bencana alam serta penanggulangannya. Tetapi lebih kepada bagaimana kita memandang bencana tersebut. Mengapa pandangan ini penting? Karena pola pandang kita akan mempengaruhi reaksi kita terhadap bencana alam yang terjadi.

# Bencana merupakan hukuman Tuhan.
Karena bencana dianggap merupakan hukuman dari Tuhan maka serta merta penduduk yang tertimpa bencana diasumsikan telah berbuat dosa sehingga bencana tersebut merupakan peringatan bagi mereka untuk kembali ke jalan Tuhan. Sudut pandang ini kerap ditemui dari kelompok religious yg konservatif, misalnya saat terjadi badai Katrina di Amerika Rev Pat Robertson, Hal Lindsey dan Charles Colson mengkaitkan badai Katrina dengan berbagai isu seperti legalisasi aborsi, peneguhan Amerika untuk memenangkan perang terhadap teror dsb ( http://mediamatters.org/research/200509130004). Demikian juga dengan kejadian tsunami yang menimpa Indonesia beberapa waktu lalu, berbagai kalangan berasumsi bahwa bencana yg datang bertubi-tubi merupakan hukuman dari Tuhan.

# Bencana merupakan peristiwa alamiah
Dengan semakin majunya sains dan ilmu pengetahuan, beberapa bencana alam dan fenomenanya dapat dipantau dan diperkirakan. Di Amerika misalnya, FEMA (Federal Emergency Management Agency), salah satu lembaga pemerintah yang cepat tanggap dalam mengantisipasi bencana. Salah satu tugasnya memperkirakan resiko bencana serta taksiran biaya kerugian yang ditimbulkan bencana. Lembaga ini menganalisa informasi seputar bencana baik gempa bumi, banjir, badai dan sebagainya serta mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menimalkan dampak yang ditimbulkan. Antara lain menetapkan standar bangunan, mengusulkan ruang resapan air, dsb. FEMA juga bertanggung jawab dalam melakukan penanggulangan bencana.

# Bencana merupakan peristiwa alamiah yang bisa memicu bencana yang lebih besar akibat campur tangan manusia atau teknologi yang dihasilkan manusia.
Bencana gempa bumi yang terjadi di Jepang tahun lalu disertai dengan rusaknya fasilitas nuklir merupakan perpaduan antara bencana alam dan bencana yang ditimbulkan dari teknologi. Gempa dengan skala besar yang memicu tsunami dan menewaskan ribuan orang, di perparah lagi dengan krisis nuklir dan radiasi yang ditimbulkannya.

Pandangan terhadab bencana vs respons terhadap bencana.
Pandangan terhadap bencana berhubungan dengan bagaimana kita merespon bencana tersebut. Di Jepang misalnya, orang-orang dididik sedemikian rupa bahwa negara mereka terletak di daerah rawan gempa, sehingga mereka terlatih bagaimana menghadapi gempa, apa yg dilakukan ketika gempa maupun tsunami terjadi, tidak hanya itu mereka juga menerapkan standar bangunan yang aman dan secara teori mampu menahan gempa hingga dalam skala tertentu.

Di Amerika, begitu memasuki musim panas maka badai akan datang bertubi-tubi, sementara musim dingin membawa badai salju. Dari badai Katrina yang memporakporandakan New Orleans, badai Irene yang menutup jalur penerbangan di pantai Timur hingga badai Sandy baru-baru ini. Begitu siaganya mereka sehingga berita tentang badai tersebut selalu muncul di saluran televisi, baik ketika badai muncul di Karibia, hingga mencapai Florida serta terus naik menuju Virginia, dan New York. Berita ini disertai analisa dimana badai tersebut akan terhempas di daratan sehingga kekuatannya berkurang. Dan beberapa hari sebelumnya sudah diumumkan kalau jadwal penerbangan akan terganggu, dan maskapai penerbangan pun bersiap-siap mengatur ulang jadwal penumpang yang akan terbang.

Tahun 2011 lalu, gempa melanda Washington DC. Peristiwa yang sangat jarang terjadi, gempa berskala 5.8 skala Richter tersebut berpusat di Virginia, cukup mengejutkan banyak pihak. Tetapi yang lebih mencengangkan adalah bagaimana mereka merespon bencana tersebut. Kantor-kantor segera dikosongkan, para pekerja tumpah ke jalan, selanjutnya gedung dinilai kerusakan dan bahayanya, setelah tim penilai menyatakan gedung tersebut aman barulah orang-orang boleh kembali bekerja. Demikian juga dengan kereta bawah tanah, kereta yang biasanya berjalan cepat terasa sangat lamban karena meskipun telah dinilai aman, penilaian lanjutan terus dilakukan dengan hati-hati. Dan yang terpenting lagi tidak ada korban jiwa dari gempa tersebut.

Pandangan terhadap bencana sebagai fenomena alam tersebut membuat kedua negara lebih tanggap dalam menghadapi bencana. Bukan berarti bahwa dengan perencanaan yang matang, tidak akan ada korban, tetapi lebih banyak lagi yang bisa diselamatkan dengan analisa berkelanjutan dan perencanaan tersebut.






No comments:

Post a Comment

Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: