Sunday, December 2, 2012

Perjalanan ke Flores: 1 Maumere-Sikka (2006)

Catatan perjalanan tahun 2006 silam.

Menjelang tengah tahun, lembaga tempat saya bekerja biasanya mengadakan pesta, pesta tersebut juga dihadiri oleh staff dari berbagai perhimpunan palang merah yang bekerja di Indonesia.

Seorang teman mengatakan keinginannya bepergian ke Flores dan mencari teman perjalanan. Saya sudah lama ingin berkunjung kesana tetapi hasrat tersebut belum terpenuhi, setelah berbincang-bincang, saya memutuskan untuk bergabung dengannya berjalan-jalan ke Flores.

Sore hari setelah jam kerja usai, ia menjemput saya dengan taksi menuju bandara, kantor kami berdekatan dan ternyata tak hanya kami berdua, seorang teman lagi juga ikut dengan kami. Jadilah Kara, Uli dan saya berangkat bertiga sore itu menuju Bali dan esok harinya kami akan terbang ke Flores. Hati sedikit berbunga-bunga membayangkan "adventure" kami selama dua minggu ke depan.


Setelah terbang selama kurang lebih satu setengah jam dari Denpasar, pesawat merpati yang kami tumpangi mendarat di bandar udara Wai Oti, Maumere.
Taksi mengantarkan kami ke penginapan Gardena di Maumere, kamar sederhana buat bertiga dengan AC seharga seratus ribu saja. Pemilik penginapan yang sangat baik hati meminta staffnya mengantarkan kami berkeliling Maumere, pertamna-tama, kami menuju Desa Sikka kecamatan Lela, salah satu sentra kerajinan tenun ikat Sikka dan desa tertua di Sikka. Lama setelah berkunjung kesana, saya mempelajari bahwa Sikka merupakan salah satu lokasi pembantaian terhadap kelompok komunis pasca peristiwa 30 September 1965, tak sedikitpun kesan dari peristiwa itu terlihat di Sikka saat itu.
Seminari Ledalero
Desa Lela terletak 30 km ditimur kota Maumere, perjalanan dengan sepeda motor di tempuh sekitar satu jam. Menuju desa Lela,kami singgah di sebuah seminari yang didirikan Pastor Frans Cornelissen SVD pada tahun 1926.

Seminari tersebut pada awalnya didirikan di kampung Sikka sebelum dipindahkan ke Todabelu, Mataloko. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Ledalero, kabupaten Sikka sejak tahun 1937.
Tidak banyak keterangan yang di dapat disini karena waktu telah hampir senja dan pintu pintu bangunan seminari telah ditutup ketika kami tiba.


Desa Sikka
Kami meneruskan perjalanan ke Desa Sikka, matahari mulai berwarna oranye kemerahan menjelang terbenam di pantai Sikka. Pemandangan indah disepanjang pantai yang bersih dan belum tercemar di sisi kanan jalan, sementara di sisi kiri tebing dipenuhi pepohonan dan semak belukar.
Memasuki desa, peralatan tenun terhampar di pelataran depan rumah penduduk. Hampir semua rumah di sepanjang jalan utama memiliki peralatan tenun.


Satu, dua wanita terlihat mengemasi benang warna warni yang telah mereka jemur dan beberapa orang memindahkan kain tenun ke dalam rumah.
Menurut salah seorang ibu yang kami jumpai, satu tenunan dapat dihasilkan dalam jangka waktu sebulan dan bahkan lebih lama. Tergantung dari bahan terutama benang. Kain akan berharga lebih mahal apabila dibuat dari bahan alami.
Di halaman belakang rumah penduduk kami mendapati pantai yang masih alami. Tidak seperti halnya pantai Kuta di Bali, pantai Sikka senyap dari penjual keliling. 

Desa Sikka yang dulunya menjadi tempat tinggal orang-orang Portugis juga menyimpan banyak rumah peninggalan kolonial Portugis.

. 

Sayang sekali kami tidak bertemu dengan orang yang benar-benar mengetahui sejarah Sikka dan bangunan tuanya untuk melengkapi perjalanan kali ini. Sehingga tak banyak informasi yang bisa digali mengenai sejarah kota Sikka di masa lampau.

Bagi teman-teman yang ingin bepergian ke Flores dan sekitarnya ikuti link ini:
http://www.floresexplore.com.

No comments:

Post a Comment

Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: