Sunday, September 8, 2013

Gili air surganya leyeh leyeh

Udara hangat dan deburan ombak di pasir putih menyambut kedatangan kami di Gili Air. Di sisi kanan jalan utama pulau itu, banyak turis yang berjemur di pantai, sebagian lagi ber-snorkeling. Sekilas saya melihat beberapa kapal menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kegiatan snorkeling ini di pantai di depan restoran Scallywags. Tampaknya lokasi ini menjadi tujuan utama pengunjung yang ingin bersnorkeling di pulau ini.


Sementara di jalan yang kecil tersebut, cidomo berlalu lalang menawarkan angkutan kepada pejalan kaki maupun turis yang menuju hotel atau pelabuhan. Beberapa cidomo berhenti dibeberapa hotel dan melanjutkan perjalanan, mencari akomodasi yang sesuai bagi penumpangnya. Namun di kebanyakan penginapan tertulis "No Vacancy", mengingat ramainya pengunjung di bulan-bulan musim panas terutama Juli-Agustus.



Kami beruntung telah membooking dari beberapa bulan sebelumnya, dan mendapat kamar di timur laut yang jauh dari keramaian tetapi masih nyaman untuk berjalan kaki ke restoran di bagian selatan maupun utara. Dan hanya berjarak sekitar 15 meter dari bibir pantai.

Segera saja, kami memutuskan untuk berjalan mengelilingi pulau dan mencari titik untuk menyaksikan matahari tenggelam. Jalan kaki keliling pulau dengan mengikuti jalan utama yang mengitari Gili Air hanya makan waktu kurang lebih satu jam.


Pada kesempatan lainnya, kami memutuskan berjalan kaki menyusuri bagian dalam pulau, melewati cottages-cottages sederhana, villa besar, maupun perumahan masyarakat lokal, mencicipi masakan asli yang rasanya lebih pas buat lidah Indonesia dibanding berbagai kafe dan resto yang berjejer di sepanjang pantai, dan terkejut sekaligus bangga ketika mendapati fasilitas pembangkit listrik tenaga surya di pulau sekecil itu. Dan berharap semoga setiap kecamatan di Indonesia memiliki fasilitas yang sama sehingga "mati lampu" yang telah menjadi kegiatan rutin di berbagai kota tidak perlu lagi terjadi. Dan yang terpenting tidak perlu membuang dana besar untuk sumber energi ini karena matahari lumayan "generous" dengan lokasi Indonesia yang di ekuator.


Tinggal di Gili Air dalam pengamatan saya mendapat berkah ganda. Dari pulau ini pengunjung dapat menyaksikan matahari terbit dengan latar belakang gunung Rinjani yang indah dan matahari tenggelam dengan latar belakang Gunung Agung.


Dan sebagaimana dua Gili lainnya merupakan tempat yang pas untuk menghilangkan lelah dan menenggelamkan diri dalam ekstasi keindahan tiada henti. Dimulai dari ritual bangun pagi disambut kicauan burung, menunggu matahari terbit, dilanjutkan sarapan, beraktivitas di pantai, tidur siang diatas pasir, menyeruput segelas jus jeruk nipis di udara terik, bermalas-malasan di berugak setelah makan siang sambil membaca buku, hingga menikmati aneka ikan bakar sajian restoran lokal pada malam hari dan masih dimanjakan deburan ombak pengantar tidur.

Baru saja, menginjakkan kaki ke atas kapal cepat Samayya menuju Bali, kami berdua mulai berbincang untuk kembali lagi ke sini. Ahh Gili, keindahanmu selalu membuat kami ingin segera kembali.


Tips:
Informasi tentang gili bisa diunduh dari website ini:
http://www.gili-paradise.com/

Akomodasi:
Casa Mio
Sejuk Cottages
Orong Village
Damai Homestay

Restoran:
Chill Out restaurant
Restoran disamping Casa Mio- lupa namanya (ikan bakar dan sambalnya paling yummy)
Scallywags (snorkeling spot di depannya)
Biba beach
The beach front
Mangkune (cafe strategis untuk melihat matahari tenggelam)








No comments:

Post a Comment

Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: