Friday, September 24, 2010

Catatan dari Amish County Pennsylvania

Musim semi yang lalu, saat bepergian ke Chicago di kereta yang saya tumpangi saya berpapasan dengan tiga perempuan muda yg terlihat sangat kontras sekali diantara penumpang lainnya. Ada sesuatu yg khas pada wajah-wajah mereka, ekspresi yang lumayan polos dan cara berpakaian mereka yg sekilas mengingatkan saya akan sosok "Ma" di serial Little House on the Praire.

Ya, ditengah penumpang yg multi gaya, dengan rok panjang, pendek, celana jeans, atasan yg bergaya modern, aksesoris rambut alami, rambut warna warni, yg jelas ketiga perempuan itu menyeruak justru dengan gaya mereka yg lain dari kebanyakan. Ketiganya memakai rok panjang nyaris ke mata kaki, pakaian yg tertutup sepenuhnya dan kap berwarna putih menutupi sanggul di bagian belakang kepala mereka. Melihat ketiga orang ini seolah-olah sedang menonton film dari masa lalu. Ketika balik, dari Indiana saya melihat dua orang penumpang, sepertinya mereka adalah pasangan. Seorang bapak-bapak berumur dan istrinya yg gaya pakaian mereka juga cukup menarik perhatian.

Si lelaki, berpakaian hitam, atas ke bawah, dengan topi hitam, janggut panjang dan wajahnya bersih dari kumis, sementara yang perempuan memakai tutup kepala seperti jilbab, dengan baju dan rok yg menutup sampai ke mata kaki. Ada begitu besar rasa keingintahuan saya terhadap orang-orang ini dan komunitas mereka yg dikenal dengan nama komunitas Amish.

Tapi ternyata saat itu saya tak cukup berani untuk menghampiri dan bertanya, melainkan hanya melihat mereka sekilas-sekilas karena saya pikir mereka juga tak nyaman kalau dipelototi terus menerus. Lalu keingintahuan terhadap orang-orang Amish tersebut membuat saya memulai pencarian informasi ttg mereka.

Ada beberapa komunitas Amish di Amerika, mereka tersebar di Pennsylvania, Ohio dan Indiana. Setelah mengumpulkan beberapa informasi maka kami berdua (dengan suami) meluncur ke utara menuju Lancaster county. Ada sebuah kota kecil bernama Bird in Hand yang menjadi salah satu tujuan kami di Pennsylvania.

Berkendara kira-kira setengah jam dari Central Market Lancaster county, kami akhirnya sampai di tempat yg menyediakan layanan Buggy Ride alias berkendara dengan kereta yg ditarik oleh kuda. Ya, terlalu banyak bayangan yg bermain di kepala saya, mungkin miniatur caravan di museum yg kami kunjungi, serta berbagai macam tenunan, quilts, serta perabot-perabotan buatan komunitas Amish membuat saya semakin penasaran dengan komunitas ini.

Kami disambut oleh pak kusir Amish yg bernama Joe. Sayangnya Joe tak berjenggot panjang dan tak pula berpakaian hitam-hitam, seperti kebanyakan lelaki Amish. Lelaki tua ini menjelaskan program apa saja yg tersedia dan apa saja yang akan kami lihat. Kira-kira beginilah ceritanya:

"Komunitas Amish adalah penganut agama kristen aliran Anna Baptist, aliran ini bermula di Switzerland pada pertengahan abad ke 14. Komunitas Amish ini juga dinamakan Mennonite yg berasal dari pencetus aliran ini Menno Simmons. Komunitas Amish menjalani hidup mereka dengan prinsip sederhana, tak boleh menyombongkan diri dan berserah diri kepada Tuhan.

Pada mulanya dari Swiss mereka menyebar ke utara dan ke barat, kira-kira ke Belanda dan Jerman saat ini, sehingga mereka juga kerap menyebut diri mereka sendiri sebagai Dutch-Amish. Pada masa itu, penduduk suatu kerajaan wajib mengikuti agama yg dianut oleh penguasa, sehingga golongan ini serta merta terancam keberlangsungan beragamanya dan memutuskan pindah ke Amerika.

Ada beberapa hal yg sangat prinsip dianut oleh komunitas ini antara lain bahwa mereka tak terhubung dengan masyarakat luas, sehingga media yg menghubungkan mereka dgn dunia luar serta merta dibatasi atau tidak diperkenankan pemakaiannya dalam lingkungan komunitas ini. Sehingga mereka tak memiliki televisi, jaringan telephone, internet, mobil, dll.

Kereta kuda (buggy ride) yg kami tumpangi memasuki lahan pertanian yg luas dengan rumah-rumah besar di tengah lahan tsb. Kontras sekali melihat bangunan rumah-rumah modern tsb bersanding dengan kereta kuda dihalamannya dan bukannya mobil-mobil seperti layaknya rumah modern, demikian juga kenyataan bahwa tak ada televisi didalamnya. Joe menjelaskan bahwa rumah-rumah tsb memakai teknologi modern seperti mesin cuci, pendingin dll, hanya saja mereka tak memanfaatkan sambungan listrik ataupun sambungan gas. Mereka memanfaatkan energi matahari dan angin dan menjadi mandiri (self sufficient) dalam kebutuhan energinya, ada juga yg memanfaatkan gas prophane (tabung gas individual berukuran besar).

Sejenak imajinasi saya terbang ke desa-desa di pedalaman negeri sendiri, dimana akses terhadap energi ini begitu terbatas bahkan di beberapa kota besar juga mengalami black out, seandainya teknologi matahari berbasis rumah tangga ini bisa kita manfaatkan tentu anak sekolah akan lebih senang belajar dimalam hari dan banyak lagi keuntungan lainnya yg didapatkan.

Baru-baru ini masyarakat Amish diperkenankan memakai cell phone terutama saat mereka bepergian keluar demi alasan keamanan, tetapi cell phone ini harus tinggal di luar saat pemiliknya masuk ke dalam rumah.

Aliran Annabaptist yang mereka anut tidak membolehkan penganut Amish untuk membunuh manusia. Sehingga mereka tak boleh menjadi anggota militer dan lelaki Amish memakai jenggot panjang tetapi tak berkumis, karena konon anggota militer kerapkali memasang kumis :)

Barangkali sesuatu yg paling menarik dari penuturan Joe adalah tradisi Rumpsringa, tradisi dimana remaja Amish yg berumur dari 16 tahun sampai mereka melakukan konfirmasi untuk bergabung dengan komunitasnya atau keluar dari komunitasnya. Berbeda dari agama-agama lainnya dimana konfirmasi terjadi secara otomatis atau turun temurun, komunitas Amish hanya mengakui konfirmasi setelah seseorang dewasa dan mengerti akan pilihan yg dibuatnya. Dalam masa-masa ini remaja-remaja Amish yg beranjak dewasa di perbolehkan mengeksplorasi kehidupan luar dalam istilah mereka kehidupan ala English, tinggal diluar komunitas, berpakaian ala modern "English", mengkonsumsi alkohol, mengendarai kendaraan bermotor, dll. Dari yg melakukan rumpsringa ini hanya sekitar 15% yang benar-benar keluar dari komunitasnya.

Walaupun menolak sebagian dari cara-cara kehidupan modern, anak-anak Amish tetap bersekolah sampai grade 8, setiap kelas dikelola oleh seorang guru dan asistennya yg merupakan anak yg paling cerdas di kelas tsb, selanjutnya si ibu guru akan mengalami masa-masa "courting" alias masa-masa penjajakan dan pengenalan calon pendamping hidupnya dan menikah pada usia 25 tahun. Amish tak mengakui adanya perceraian sehingga setiap pasangan di beri waktu yg cukup lama untuk mengenali calon pendampingnya dan apabila mereka tak merasa sesuai sah-sah saja mencari sosok yg lebih tepat. Ketersediaan pilihan untuk memilih dan mengenali lebih jauh ini menurut pandangan pribadi saya sangat spesial dari komunitas ini, dengan sadar betul akan pilihan yg dibuatnya bisa jadi membuat individual di dalamnya tak sekedar ikut-ikutan tetapi sadar betul akan pilihan yg dibuatnya serta konsekuensi dari pilihan tsb.

Demikian juga untuk urusan kesehatan, mereka tak mengenal istilah asuransi, setiap layanan kesehatan akan dibayar langsung oleh keluarga yg bersangkutan atau ditanggung bersama-sama oleh komunitas ini.

Pertautan dengan komunitas Amish ini terus terang membuat mata saya lebih terbuka terhadap peradaban manusia. Dibalik berbagai warna, agama, lokasi yg berlainan ternyata banyak sekali persamaan-persamaan diantara berbagai peradaban yang ada. Kerapkali kita berpikir seolah-olah kita berbeda sekali dengan yg lain ternyata justru banyak sekali persamaan yg ada yg nyaris tak terpikirkan sebelumnya.

No comments:

Post a Comment

Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: