Friday, September 24, 2010

Sumbangan dan Bencana

Gempa bumi yang yang menimpa Haiti hari selasa lalu sedikit banyaknya mengingatkan saya akan kejadian Tsunami tahun 2004 yang lalu. Satu ruangan di lantai dasar gedung PMI Pusat yang juga merupakan markas dari Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) yang sebelumnya merupakan ruangan training disulap menjadi Posko Bencana Tsunami.

Segera saja ruangan tersebut dan meja kursi yg ada di dalamnya diatur dan dibagi-bagi berdasarkan kebutuhan saat itu. Satu bagian besar diisi dengan meja panjang bundar yang berfungsi sebagai tempat rapat harian membahas response yang telah disalurkan sekaligus mendiskusikan response selanjutnya, tantangan yg dihadapi di lapangan serta update berita dari Divisi terkait seperti Divisi Penanggulangan Bencana, Divisi Relawan, Divisi PSK (maaf ini bukan tempat jualan syahwat, tetapi singkatan dari Pelayanan Sosial dan Kesehatan), Divisi Komunikasi, dll.

Di tempat ini pula, PMI menerima sumbangan yang berdatangan silih berganti baik dari individu, kumpulan warga maupun perusahaan-perusahaan besar yang sangat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat tertimpa bencana.

Terus terang, itulah pertama kalinya saya terlibat dalam kegiatan penanggulangan bencana dan langsung di"pinjamkan" ke PMI untuk membantu POSKO bersama dengan staff PMI dan ICRC, kita mengerjakan apa saja yg bisa dikerjakan pada saat itu karena job desk juga kayanya belum sempat dibuat :)

Salah satu tugas yg kita lakukan saat itu adalah menerima telepon dari berbagai sumber, dari korporat yang akan datang dan menyumbang dan membuat janji bertemu dengan Ketua PMI saat itu; Bp. Mar'ie Muhammad dan pengurus PMI lainnya, dari warga negara Indonesia di luar negeri yang ingin mengupdate perkembangan berita ttg tanah kelahirannya, karena selama beberapa hari pertama akses ke daerah bencana sulit sekali sehingga mereka langsung menelepon PMI, dari Warga Negara Indonesia di luar negeri yang menangis terisak-isak, mengkhawatirkan anggota keluarga tercinta seraya mencatatkan informasi keluarga mereka yg diduga hilang dan ingin mencari tahu lewat sarana Restoring Family Links PMI dimana keluarga-keluarga yg terpisah dipertemukan kembali. Membantu membuat rencana distribusi, menghubungi penerbangan yang menawarkan angkutan gratis bagi relawan ataupun perusahaan ekspedisi yang menawarkan angkutan gratis bagi bahan-bahan kebutuhan masyarakat tertimpa bencana selama waktu terbatas (beberapa hari pertama).

Dan yang tak kalah penting adalah menjawab panggilan telepon lokal yang menanyakan apa yg diperlukan oleh pengungsi. Tentu saja berita-berita yang baru kami dapatkan dari asesmen langsung di lapangan termasuk kompilasi berita dari berbagai sumber kami sampaikan kepada penelepon tersebut. Mulai dari kebutuhan tenda, makanan, peralatan kebersihan (hygiene kits), obat-obatan dan segala macam termasuk alat-alat memasak sederhana bagi pengungsi. Tak lupa kami memberi informasi tentang tata cara menyumbang dan salah satunya adalah lewat rekening PMI yg terdapat pada beberapa bank nasional.

Namun tak urung, banyak juga diantara orang-orang yang baik hati ini (buktinya hatinya tergerak untuk memberi bantuan) memilih datang ke kantor PMI menyerahkan alat-alat yg kami sebutkan tadi. Sehingga gudang belakang dipenuhi oleh gulungan-gulungan pakaian bekas, serta sumbangan peralatan masak dll.

Tak jarang, relawan PMI akhirnya ditempatkan di gudang tersebut, bekerja berhari-hari menyortir pakaian-pakaian dan sumbangan lainnya memilih-milih mana yang masih pantas dan mana yg sudah tak pantas lagi dipakai.

Terus terang, dengan bekerja langsung merespons bencana, pengamatan akan sumbang menyumbang ini membuka wawasan saya. Dulu saya pikir saya akan membeli sendiri apa yg dibutuhkan dan tinggal mengantarkannya kepada lembaga yg mengumpulkan dan mendistribusikan seperti PMI. Tetapi setelah kejadian tsunami saya sadar niat mulia tersebut ternyata bisa jadi sangat merepotkan lembaga yang saya beri sumbangan material seperti itu.

Dari sumbangan pakaian bekas saja misalnya tidak hanya ia mengambil ruang yg cukup besar di gudang PMI tetapi juga butuh waktu yg banyak dan tenaga untuk mensortirnya serta biaya yg besar untuk mengirimkannya ke lokasi bencana. Kalau kecendrungan penyumbang adalah menyumbangkan bahan material seperti ini bisa jadi lembaga kemanusiaan akan kewalahan mengatasi biaya distribusinya. Ternyata setelah sampai di NAD pun pakaian-pakaian bekas ini kadang berserakan dijalanan, mungkin tidak diminati, mungkin tidak layak pakai ataupun sebab-sebab lainnya.

Terus terang setelah itu, saya memilih menyumbangkan uang daripada menyumbangkan materi secara langsung, dengan jumlah yg saya sanggupi, katanya besar kecil tak masalah asal tulus dalam memberinya. Bukan saja uang lebih fleksibel dalam merespons kebutuhan pengungsi yang cenderung berubah dari satu saat ke saat lain dalam kurun waktu yg cepat, misalnya pada awalnya kebutuhan akan dapur umum, tenda dan obat-obatan pertolongan pertama akan berganti kepada kebutuhan akan hygiene, alat masak bagi keluarga yg telah mendapat tenda sendiri, kebutuhan psikososial misalnya alat edukasi dan bermain bagi anak-anak, kebutuhan obat-obatan flu, diare, dll tetapi juga bantuan uang tersebut mendukung kegiatan operasional dari lembaga yang kita bantu. Relawan yg diterjunkan butuh makanan sederhana dari dapur umum, bahan bantuan yg dikirim butuh biaya sewa dari ekspedisi yang kita gunakan (walau tak jarang pada beberapa hari pertama di beri fasilitas gratis), serta kebutuhan-kebutuhan operasional lainnya guna memastikan bahwa orang-orang yg tertimpa bencana mendapat bantuan sesuai yg mereka butuhkan dimanapun mereka berada, termasuk di daerah-daerah yg sulit diakses. Bayangkan, dengan sumbangan uang, pekerjaan sortir menyortir, dan mengepak barang ini dengan sendirinya akan berkurang drastis karena lembaga tersebut biasanya telah memiliki vendor sendiri yang langsung menyiapkan paketnya bahkan tak jarang ekspedisi langsung dari lokasi terdekat.

Lalu ternyata media untuk menyumbang juga tak banyak yg tersedia, selain harus mentransfer lewat bank misalnya untuk PMI biasanya Hero Supermarket bekerja sama menggalang dana dari pembeli. Tetapi kan tidak semuanya punya rekening di bank ataupun punya waktu ke Bank untuk mentransfer sepuluh atau dua puluh ribu misalnya. Bisa jadi ini salah satu alasan mengapa penyumbang memilih membelanjakan uangnya berdasarkan kebutuhan masyarakat di tempat bencana dan mengantarkan sendiri ke lembaga yg aktif merespon bencana.

Setelah gempa di Haiti barusan, saya mengamati di supermarket dekat saya tinggal terpasang tanda apabila kita ingin menambahkan $1, $5, $20 dari belanjaan yg akan kita bayar untuk Haiti. Dan uangnya langsung di potong dari kartu debet. Demikian juga jaringan telepon selular kita menawarkan bantuan serupa dengan variasi jumlah yang terjangkau bagi mereka yang akan menyumbang. Dengan begini untuk menyumbang saya tak perlu repot-repot ke bank misalnya tinggal mengirim SMS ataupun membayar di kasir pada saat saya berbelanja groceries.

Uniknya lagi SMS ini tidak hanya terfokus kepada satu lembaga saja, tergantung kode yang kita SMS, donasi kita akan dialihkan ke lembaga yg kita mau. Dengan cara ini, Palang Merah Amerika misalnya mengumpulkan $800.000 pada hari pertama. Lembaga lain yg digagasi oleh artis asal Haiti mengumpulkan $400.000 juga pada hari pertama. Ini mengingatkan saya akan kasus Prita, ternyata dengan koin-koin saja bisa terkumpul ratusan juta rupian. Berarti semangat untuk membantu mereka yg tertimpa kesulitan masih tumbuh subur di jiwa kita.

Sepertinya, kita harus mulai kreatif dalam mencari mekanisme menyumbang yang mudah dan terjangkau bagi semua lapisan. Dan uniknya lagi disini apabila kita menyumbang online misalnya kita mendapat code yg bisa digunakan untuk mengurangi pajak.

Isu lain yg terkadang menjadi pertanyaan penyumbang (dalam bentuk uang) adalah transparansi lembaga kemanusiaan tersebut, bagi anda yang ragu akan hal ini, cukup kunjungi websitenya ataupun materi-materi lainnya yg biasanya mereka sediakan, dan lihat apakah mereka memiliki mekanisme audit internal dan eksternal sehingga kita tak perlu kuatir kalau sumbangan kita tak sampai kepada mereka yg membutuhkan.

(Tulisan ini adalah pengamatan pribadi saya dan bukan pesan sponsor dari lembaga-lembaga yg saya sebutkan diatas)

No comments:

Post a Comment

Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: