Sunday, August 19, 2012

The Sands is (temporarily) Out of My Shoes (02/09/09)

Catatan lama tentang trust and friendship, ternyata dalam hidup ini "a bunch of  sands out and more to come" :)

Baru-baru ini saya merasa senang dan bersyukur sekali, luka lama yg selama ini terpendam dan saya coba obati sendiri telah berangsur-angsur sembuh. Terlebih lagi ketika seorang teman yang terlibat di dalamnya secara terbuka membicarakan hal itu dan meminta maaf.

Cerita ini dimulai beberapa tahun lalu tepatnya setelah selesai kuliah dan mulai bekerja pertama kali. Euforia kerjaan pertama sungguh luar biasa. Setelah di telpon oleh kantor lama lalu ditempatkan di sebuah pulau eksotis, rasanya doa dan usaha saya digranted.

Bersama beberapa teman sejawat kita mendapat training ttg psiko-sosial secara kita akan menjadi frontline memfasilitasi para pengungsi yang terdampar di belahan timur. Training yang pada akhirnya membuat kita menjadi dekat satu sama lainnya dan menjadi sahabat sampai sekarang.

Ternyata niat dan antusiasme dan profesionalisme saja kadang tak cukup. Berada di lapangan dan bekerja dengan tim lain dengan target yang sama tetapi fokus yang berbeda sesekali memunculkan konflik.

Puncaknya apa saja yang dilakukan selalu salah, performa kerja tak pernah dinilai tetapi close follow up tentang kehidupan personal mendapat porsi yang sangat tinggi. Sungguh mengherankan pada awalnya ditempat yang seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi kemanusiaan justru nilai kemanusiaan terasa hambar. Tak hanya pandangan personal yang bersebrangan terhadap pendekatan yang mesti dilakukan tetapi secara sektoral pola pandang ini juga bersebrangan. Akibatnya jalur komunikasi tak penting dan illegal report ramai seperti jalanan ramai.

Kondisi gerah ini terus terang membuat tak nyaman. Sebagai bagian dari tim pastinya siapa saja ingin dipercaya, diberi kepercayaan, memiliki hubungan yang baik dengan sesama pekerja. Usaha pun ditempuh mengorbankan waktu cuti saya terbang ke kantor induk berusaha mengatasi barrier dengan atasan saya. Komentarnya " ooh gak ada apa-apa. Prestasi kamu bagus kog, keep the good work"

Tetapi ternyata masalahnya adem sekitar dua bulan, saja setelah itu ada insiden kecil pada saat kantor kita mengadakan training. Dengan beberapa teman kita iuran dan menyewa mobil bermaksud pelesiran selama satu hari mengunjungi beberapa tempat. Ternyata ada yang ingin ikutan dan oleh kita diberi tumpangan gratis. Ditengah jalan group baru tersebut meminta itenerary dibelokkan padahal semuanya sudah terencana rapi dan terang saja kita menolak. Sesuatu yang dalam beberapa jam kemudian mentrigger masalah lain lagi, berbagai berita miring muncul, laporan disertai drama tangisan, pokoknya apa saja alasan yang kita kemukakan intinya "kami pihak yang menyewa mobil, memberi tumpangan gratis, yang telah menjelaskan itenerary sebelum berangkat dan disetujui menjadi terdakwa" karena teman lain yang ikut serta memutuskan tak ingin melanjutkan perjalanan bahkan setelah "sedikit dirayu"pun masih saja menolak melanjutkan perjalanan.

Dan tidak hanya itu, pemberitaan semakin melebar kemana-mana, sebagaimana anak muda pada jaman itu berada difield office dan berargument dengan imigran yang lumayan bahlul cukup membuat stress sehingga akhir pekan adalah ajang bertemu teman-teman dan tentu saja mengekspresikan diri. Ps: kalau liat anak-anak Federasi Jogja dan Hepapnya seperti kembali ke masa itu:), berbahagialah mereka dan semoga persahabatan yg terjalin tak lekang oleh waktu.

Puncaknya, ketika kita lolos seleksi beasiswa dan mesti cuti karena ujian diadakan di seberang pulau, saat itu pula teror melanda. Luar biasa sekali perbuatan segelintir oknum ini. Cuti yang sah diganggu dengan panggilan telepon, sedang dimana? bersama siapa? apa yg sedang dikerjakan? dan seabreg pertanyaan lainnya diajukan oleh oknum yang berbeda-beda.Padahal otak kan mesti konsentrasi dengan ujian yg menganut sistem gugur.

Akhirnya saya memutuskan inilah saatnya keluar dari tempat ini. Tempat yang saya sukai karena ini pengalaman tak terlupakan, tempat yang membuat saya lebih berani menghadapi apa saja, bahkan saya tak takut mengancam seorang Bapak berbadan besar dari timur tengah sana yang suka memukuli isterinya, tempat dimana ditengah tekanan demonstrasi, mogok makan, jahit bibir dan segala macem, dan nyaris setiap bulan disorot media tetapi ada juga penghibur disana ada juga sih mas-masnya yang cakep dan berdasi kalo jalan ga tanggung-tanggung cakepnya, bikin konsentrasi menyetir jadi buyar :)

Mendapat lampu hijau ditempat baru saya resmi mengundurkan diri. Seminggu yang terasa lambat dan menyedihkan karena semua pada sedih dan bahkan kita juga menangis.Saya pergi dari tempat itu, tetapi tingkat kepercayaan saya terhadap kolega berkurang, saya memaafkan mereka yang menyebar berita dibelakang dan meminta maaf juga bila ada kesalahan yang telah dilakukan, bagaimanapun untuk bertahan disana bukan lagi sebuah pilihan. Tempat itu berjasa besar, tak hanya membuat saya lebih tegar tetapi juga membuat saya tak lagi sehangat dulu, mampu menjalin pertemanan dengan mudah dan dalam hitungan menit, pengalaman disitu membuat saya trauma dan tak mudah menjalin hubungan akrab dengan semua orang. Lucunya ditempat baru seringkali dalam pertemuan antar lembaga saya bertemu dengan mantan kolega yang sempat membuat dada ini serasa mau pecah. 

Anehnya pertemuan itu tak hanya sekali, awalnya dari colekan di sebuah bandara ketika sama-sama ke daerah tsunami sampai saling memalingkan wajah dimeeting-meeting reguler dan di tahun ketiga, akhirnya saya tak punya jalan lain, saya memaafkan orang itu hanya dengan beginilah saya bisa sepenuhnya menerima diri saya, kekurangan saya dimasa lalu dan menganggap hal itu adalah bagian dari yang sudah terjadi. Akhirnya kita duduk semeja dan mulai berbicara sedikit demi sedikit menertawakan masa itu. 

Lalu beberapa waktu lalu seorang teman lama menghubungi, dia yang jadi bagian dari skenario tersebut mengakui keterlibatannya, menceritakan versi yang ia ketahui dan meminta maaf. Lalu saya menanyakan apa kesalahan saya? Jawabnya singkat "kamu dan teman mu sebenarnya pintar dan ada kans untuk maju" oh la..la..maaf ya ternyata itu menjadi bagian dari masalah:(

Saya bener-bener lega sekarang, walau bagaimanapun menurut saya pribadi hubungan baik itu mutlak diperlukan. Hubungan baik kunci kenyamanan dalam hati. Saya berkata tak perlu minta maaf sebenarnya karena saya telah memaafkan dan menganggap itu adalah phase dalam pembelajaran hanya saja pembelajarannya terlalu keras sehingga membuat saya jadi takut untuk bisa percaya lagi seperti dulu. Tapi siapa tahu dengan berjalannya waktu saya bisa benar-benar pulih dari trauma tersebut.

Tulisan ini saya tujukan buat dua anak manis yg dulu menjadi rekan sejawat di sebuah operasi gempa. Di tengah tekanan akan profesionalitas dan performa sungguh memiliki sahabat memberi kita kekuatan dalam menjalani apa saja. Dan seorang teman yang dengannya banyak hal-hal gila yg dilakukan dari makan malam berkesan di Trawangan sampai insiden ambruk di Leiden, thanks to be true all of these years.

No comments:

Post a Comment

Anda menunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan memberi komentar di bawah ini: