Wednesday, January 12, 2011

Bertemu dua penolong yang baik hati

Baru-baru ini saya bepergian ke suatu kota kecil di utara Washington DC. Kota tersebut berjarak sekitar setengah jam dari Baltimore. Saat ini saya tidak akan menceritakan tentang kotanya tetapi pengalaman saya berurusan dengan transportasi disaat badai salju.

Tanpa berpikir bahwa kota yg saya tuju berada di jalur lintas interstate, saya tak menyimpan no telpon taxi untuk mengantarkan kembali ke tempat asal. Jadilah pagi itu saya menunggu diluar kantor tempat acara yg saya hadiri atau lebih tepatnya di minta menjadi penterjemah. Di pintu luarnya tertera bahwa pintu otomatis tak akan terbuka sehingga pukul 8:30 pagi. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana rasanya menunggu selama satu jam penuh diluar, dalam cuaca yg dingin menusuk tulang. Untungnya, salju telah berhenti turun pagi tadi setelah semalaman mengguyur wilayah timur utara Amerika Serikat.

Satu persatu orang-orang yg berkantor dibagian lain dari gedung itu mulai berdatangan, tetapi pintu yg saya tuju belum juga terbuka. Tak berapa lama dua orang lelaki berkulit hitam mendatangi pintu yang sama dan setelah beberapa saat memutuskan menunggu di mobil dan menyalakan mesin penghangat. Satu keluarga yg terdiri dari tiga orang juga memutuskan melakukan hal yang sama. Tepat pukul 9:30 saya mencoba membuka kembali pintu tsb, dan seorang perempuan muda juga berjalan menuju pintu yang sama. Tak ada yg berubah, pintu yg seharusnya terbuka pukul 8:30 pagi masih tetap tak terbuka.

Tak berapa lama, satu dari dua lelaki berkulit hitam tadi mengabarkan bahwa dia mendapat informasi bahwa kantor tsb ditutup sehubungan dengan badai salju kemarin malam dan segala urusan di kantor itu akan di jadwal ulang. Berita ini membuat saya lega sekaligus cemas, lega karena penantian saya berakhir dan cemas karena saya tidak tahu bagaimana caranya meninggalkan tempat ini. Tak ada satupun taxi terlihat di tempat sepi ini dan jauh dari pusat kota.

Di tengah kepanikan, saya berjalan menuju mobil perempuan yg terakhir datang dan mengetuk kaca mobilnya bertanya apakah saya boleh mendapat tumpangan ke halte bis terdekat (sambil deg-deg-an, apakah bis berjalan hari ini), perempuan itu berbaik hati memberi saya tumpangan. Segera saya menelepon agen yg meminta saya datang pagi ini untuk memberitahukan bahwa tempat yg saya tuju tutup. Dan menawarkannya untuk menggunakan telpon saya karena ia mengatakan batere handphone nya habis. Ternyata ia juga menuju arah yg sama tetapi tidak sampai ke tempat yg saya tuju namun ia dengan senang hati mau mengantarkan saya.

Karena tidak tahu pasti arah yg saya tuju, kami berhenti di sebuah pompa bensin untuk menanyakan arah. Kebetulan salah seorang yg berdiri disana adalah pekerja transportasi Maryland. Ia meminta kami mengikuti minibus yg ia kendarai. Namun 5 menit setelah itu ia memberi tanda berhenti dan menawarkan untuk mengambil alih mengantarkan saya ke stasiun kereta. Sungguh! Pagi yang beruntung!

Jadilah saya penumpang satu-satunya, di minibus itu yg sepertinya (saya tak sempat menanyakan secara detil) ditujukan untuk mengangkut penumpang yang mengalami gangguan karena sistem transportasi tak berjalan sebagaimana biasa karena cuaca yg buruk. Ah! Saya jadi teringat jaman Jakarta banjir dulu diawal 2000-an, banyak yang tak bisa mencapai kediaman karena jalanan dipenuhi air dan ada beberapa truk yg membantu memulangkan mereka yang mengalami gangguan transportasi.

Disini, di tempat yg jauh dari tempat asal saya, saya sangat beruntung telah bertemu dua malaikat penolong yang berbaik hati mengantarkan saya, dan bahkan saat saya menanyakan ke petugas yg mengantarkan saya ke tempat tujuan berapa saya harus membayar, katanya "never mind, ini memang tugas saya".