Wednesday, November 30, 2016

Umroh Part II (Makkah)

Kami menempuh perjalanan selama 5 jam dari Madinah menuju Makkah, dan bersiap-siap mengambil miqat di Bir Ali. Ustad yang membimbing kami menyarankan untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah selama di perjalanan seperti membaca qur'an, tahsin, berdzikir dan mengurangi berbicara yang tidak perlu.

Ketika tiba di Makkah, setelah check in kami langsung menuju Masjidil Haram, yg ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih 400 M. Masjid yang mengelilingi Ka'bah sangat luas dan nyaman. Di lengkapi dengan AC dan tiang-tiang yang megah.

Di tengah-tengah masjid yang menyerupai lingkaran, berdiri Ka'bah. Sederhana, ya itu yg terlintas di kepala saya pertama kali melihatnya. Bangunannya di tutupi kain hitam dengan pintu yang berornamen emas. Ada rasa haru dan syahdu melanda ketika menjejakkan kaki ke dalam masjidil haram. Bagi jamaah yang akan disini disarankan untuk membawa perlengkapan secukupnya dan tidak disarankan membawa makanan karena ada petugas yang memeriksa tas bawaan kita di pintu-pintu masuk.

Tempat shalat favorit saya adalah di lantai 2, shaf terpisah antara laki-laki dan perempuan dipagari dengan pagar kayu. Berada disini ketika suhu sangat panas sangat membantu kenyamanan beribadah.

Agenda harian tak jauh berbeda dengan di Madinah dikarenakan bulan puasa. Setelah shalat Subuh kami melakukan thawaf dilanjutkan dengan Sai sebagai umroh pertama, lalu ketika melakukan perjalanan keliling kota Makkah termasuk tempat-tempat pelaksanaan haji, kami mengambil miqat sekali lagi untuk umroh kedua. Lalu hari-hari lainnya hanya melakukan thawaf ba'da Shubuh dilanjutkan Dhuha lalu beristirahat di hotel sebelum tiba waktu Dzuhur.

Seperti halnya di Masjidil Nabawi, Masjidil Haram juga memiliki tempat-tempat yang Multazam antara lain:
-Antara Hajral aswad dan pintu Kabah
-Hijr Ismail pelataran depan Ka'bah yang berbentuk setengah lingkaran
-Maqam Ibrahim, bangunan kecil di depan Hijr Ismail
-Bukit Shafa dan Marwa

Maka setelah melakukan thawaf dan Sai kami bergegas mencari posisi di ketiga tempat tersebut, karena banyaknya jamaah lebih sering di lurusan Maqam Ibrahim maupun pintu Ka'bah. Disarankan untuk berdoa dengan tatacara sbb:
-memulai membaca Bismillah,
-lalu dilanjutkan dengan bertasbih memuji Allah,
-melafalkan Asma ul Husna dan
-menyampaikan do'a dengan sepenuh hati.

Tentunya dengan berprasangka baik serta penuh harap, semoga Allah mengabulkan doa-doa yang kita panjatkan. Ustad kami menyarankan untuk meminta apapun yang kita inginkan, karena kita tidak tahu mana doa yang akan dikabulkan.

Kami menghabiskan kurang lebih satu minggu di tempat ini, hari-hari yang terasa sangat indah tidak hanya karena rasa damai yang hadir tetapi juga persaudaraan yang tumbuh diantara sesama jamaah, teman seperjalanan.

Saat thawaf terakhir, saya berdo'a semoga bisa kembali kesini bersama orang-orang tercinta dan berharap kedamaian ini akan berlangsung lebih lama, berharap akan semakin bersemangat dalam menapaki jalan ini, semakin tawadhu dan teguh di dalamnya hingga akhir nanti.






Sunday, August 28, 2016

Umroh 2016: Sesi 1: Madinah (Kembali Ke Jati Diri)

Labbaika Allahuma labbaik...

Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba. Setelah sempat tertunda beberapa kali, akhirnya tekad pun dibulatkan, mau kerjaan kelar atau tidak, mau kontrak baru di teken atau tidak, saya hanya ingin berangkat kesana, ke tanah suci, mengunjungi kota nabi dan bersimpuh di Baitullah, mengikuti jejak Ibrahim, Ismail dan Rasulullah SAW.

Perjalanan panjang dengan Saudi Airlines dimulai dari Jakarta menuju Riyadh lalu setelah menurunkan sebagian penumpang, pesawat mengudara lagi menuju Madinah.

Kesan pertama yang didapat dari maskapai teluk ini adalah pramugari yang sama sekali tidak ramah. Pelayanan yang kurang mengenal customer service. Dengan pengalaman terbang dengan berbagai maskapai sebelumnya dari yang berkelas hingga budget airlines, baru kali ini saya terperangah akan sikap pramugari yang ga ada ramah-ramahnya. Percakapan pramugari dengan penumpang yang duduk di depan membuat kami yang duduk di bangku belakangnya terperangah.

Di awal perjalanan, pramugari menanyakan siapa yang ingin melanjutkan berpuasa maka tidak boleh meminta makanan hingga 14 jam ke depan alias tidak boleh berubah pikiran, "ini agak mirip kamp militer" batin saya. Sementara siapa yg memutuskan membatalkan puasa maka akan di hidangkan makanan sesuai jadwal, ahem! tentunya dengan suara lantang ala-ala Timur Tengah.

Alhamdulillah, sesaat setelah meninggalkan Riyadh waktu berbuka pun tiba, segera perut di ganjal dengan sepotong sandwich dan air minum. Tak berapa lama kami pun menjejakkan kaki di Madinah.

Petugas imigrasi adalah wajah pertama sebuah negeri. Wajah yang pertama kali menyapa pendatang dan memberi kesan pertama. Yang saya lihat, petugas imigrasi di tempat ini terkesan bermain-main dalam melakukan pekerjaan mereka. Bagi yang terlihat necis dan rapi mereka agak ramah tetapi bagi yang kelihatan tak berpunya, ah saya tak tega melihat bagaimana mereka di perlakukan. Di tengah antrian yang ramai, petugas tersebut akan seenaknya mendatangi kubikel rekan-rekannya yang lain dan bercanda bersama, sangat jauh sekali dari kesan profesional. Tak hanya itu, setelah melewati pos imigrasi pun, masih ada saja petugas iseng yang meminta diperlihatkan passpor padahal hanya ingin iseng menyapa.

Untunglah, jauh hari sebelum berangkat, saya diwanti-wanti beberapa teman untuk latihan bersabar selama di tanah suci, niatkan ibadah, dan jika ada kejadian tak mengenakkan ucapkan astaghfirullah dan bersabar, demikianlah persiapan mental tersebut terasa sangat bermanfaat.

Segera setelah mengambil bagasi, kami berjalan keluar bandara menuju bus yang akan membawa ke hotel. Udara sejuk di dalam bandara terasa sangat kontras ketika keluar, suhu lebih dari 45C segera menyapa. Hembusan hawa panasnya terasa menjilat di kulit seperti berada di dekat tungku yang membara.

Tak lama, bus yang kami tumpangi memasuki kota Madinah, dari kejauhan terlihat masjid Nabawi dengan lampunya yang terang benderang di gelapnya malam. Tak terkatakan apa yang saya rasakan saat melihat ke arah masjid, tak terasa air mata meleleh menyadari Almarhum Nabi yang menjadi teladan jutaan orang, manusia dengan ahklak yang paling baik, terkubur disana di bawah salah satu kubahnya. Ada perasaan haru merayap, menyusup di dada, menyadari bahwa Beliau yang selama ini di baca kisahnya, diikuti ajarannya, yang perkataannya dijadikan referensi berdiam di sana, diantara kerlap kerlip lampu masjidil Nabawi.

Madinah diberi julukan kota Nabi, karena sebagian besar hidup Beliau setelah mendapat wahyu dihabiskan disini. Praktis selama seminggu ke depan kami akan berada di kota ini. Hotel kami terletak di bagian belakang Masjid Nabawi, cukup berjalan beberapa menit maka kami akan sampai di pelataran masjid. Masjid Nabawi yang megah telah mengalami perluasan beberapa kali, saat ini juga sedang terjadi perluasan, hotel yang kami tempati akan segera di runtuhkan dalam waktu dekat untuk memperluas pelataran mesjid. Diam-diam saya berharap jika nanti terjadi perluasan, Taman Saqifah yang menjadi tempat historis pemilihan kalifah pertama kali tetap di pertahankan. Berkunjung ke taman ini, membawa ilusi ke masa lampau ketika sahabat-sahabat Rasul berdebat mencari pengganti Nabi tercinta yang telah berpulang, dan berkunjung ke tempat ini seribu tahun lebih setelahnya memberi kesan mendalam.

Demikianlah, seminggu pertama kami habiskan di kota ini. Pada awalnya saya kira, umroh Ramadhan akan terasa berat, terutama di musim panas. Ada kekuatiran apakah saya mampu berpuasa dengan kegiatan yang sedemikian banyak dan cuaca yang begitu panas. Kekuatiran yang ternyata tidak beralasan, pasalnya selama disana alhamdulillah meski cuaca panas, meski tarawih lebih lama dibanding puasa sebelumnya, segalanya lumayan lancar.

#Berbuka puasa di pelataran Masjidil Nabawi
Salah satu hihglight pengalaman saya selama umroh Ramadhan adalah berbuka puasa di pelataran Masjid Nabawi. Saya pernah membaca, memberi makan bagi orang yang berpuasa pahalanya setara dengan beribadah puasa jika dilakukan sendiri. Di kota Nabi ini saya menyaksikan betapa penduduk setempat begitu bergairah menjamu peziarah dengan bermacam-macam hidangan berbuka. Setidaknya di pintu bergang yang biasa kami masuki ada 2 truk besar penuh makanan. Petugasnya membentangkan semacam kanvas memanjang untuk tempat duduk dan di tengah kanvas itu meletakkan plastik panjang untuk alas tempat makanan di taruh. Peziarah tinggal memilih mau duduk dimana. Berbagai macam hidangan mulai dari jus buah, kurma, roti, daging maupun ayam panggang dan nasi menyerupai biryani terhidang. Indah sekali rasanya berbuka puasa dengan berbagai bangsa.

#Itikaf/Tarawih di Masjidil Nabawi dan Mengkonsumsi Air Zam Zam saat Tarawih

Selama bulan puasa otomatis, kebutuhan akan makanan dan minuman tidak sama dengan bulan-bulan lainnya. Otomatis sebagian besar waktu dihabiskan di Masjid, dari melaksanakan shalat wajib, shalat-shalat sunat hingga shalat Tarawih. Rata-rata Tarawih selesai pukul 12:30 dinihari, saatnya bergegas kembali ke hotel untuk tidur sejenak dan sahur lalu kembali lagi ke Masjid pukul 3 dinihari untuk shalat sunat qiyamul lail serta shalat Subuh. Kami memilih untuk berada di Masjid hingga waktu Dhuha dan kembali lagi saat Dhuhur hingga Tarawih.

Terkadang selesah Dhuhur kami menyempatkan diri melihat toko-toko yang ada di sekitar masjid terutama toko-toko yang menjual abaya dengan berbagai kualitas dan harga. Pengamatan saya yang termurah dengan harga sekitar 50 Real, ada di pelataran masjid Quba tetapi kualitasnya sangat biasa. Di sekitar mesjid juga banyak toko oleh-oleh. Tentunya belanja bukanlah fokus yang utama. Tetapi bagi saya membeli oleh-oleh secukupnya di tempat ini membantu saya untuk lebih fokus beribadah saat di Makkah.

Depot air minum tersebar di halaman mesjid, tetapi di dalam mesjid terdapat banyak galon air minum yang berisikan air zam-zam. Jika selama ini air zam-zam yang sejuk hanya di dapat ketika ada keluarga yang kembali dari tanah suci, disini kami bahkan memakainya untuk menyemprot muka (sprayer) ketika cuaca sedang panas. Sudah pasti disela-sela shalat Tarawih yang panjang, maka dahaga terpuaskan dengan air ini.

#Perjuangan memasuki Raudah


Raudah, lazim di sebut sebagai taman surga, adalah sebidang tanah diantara rumah Rasulullah dan mimbar beliau di masjid Nabawi (saat ini adalah area di seputar makam Rasulullah). Dan Beliau pernah bersabda bahwa Raudah adalah salah satu taman di antara beberapa taman surga. Raudah diyakini sebagai salah satu tempat yang multazam, alias jika kita berdoa dengan sungguh-sungguh dan penuh harap, maka doa kita akan di kabulkan. Bagi saya ini adalah pengetahuan baru, setahu saya majlis taklim juga merupakan taman surga.

Demikianlah, ternyata untuk memasuki Raudah perlu perjuangan tersendiri, dengan ukuran yang tidak begitu besar dan ratusan ribu orang yang ingin shalat sunat (dua rakaat) dan berdoa disana, bisa dibayangkan tantangan memasuki Raudah.

Untuk kalangan perempuan Raudah dibuka dari sisi kiri tengah Masjidil Nabawi, oleh petugas jamaah dikelompokkan berdasarkan asal negara. Bagi saya ini sangat masuk akal, jamaah asal Asia Tenggara yang berbadan cenderung kecil akan lebih aman berada diantara sesamanya jika dibandingkan harus berdesarkan dengan jamaah asal negara lain yang lebih besar dan lebih agresif. Terkadang ada saja jamaah yang tidak mematuhi sistim antrian berkelompok ini, sebaiknya kita jangan ikut-ikutan melanggar antrian, karena terus terang berdesakan dengan sesama tubuh Asia jauh lebih ringan dibandingkan dengan yang lainnya. Petugas telah mengatur sedemikian rupa pintu masuk dan pintu keluar tetapi ada saja jamaah yang melanggarnya.

Usahakan untuk membantu teman seperjalanan agar dapat shalat disana dan bergantian menjaga mereka saat shalat terutama karena padatnya jamaah yang keluar masuk Raudah, sampaikan doa yang ingin dipanjatkan dan bersegera meninggalkannya ketika urusan kita sudah selesai, sehingga kita memberi kesempatan kepada orang lain yang ingin bermunajat disana. Ketika terakhir kali mengunjungi Raudah, saya menoleh ke belakang, ada perasaan haru meninggalkan tempat ini, saya berdoa dalam hati suatu saat bisa kembali lagi ke Raudah, memanjatkan doa kepada Ilahi.

Hari terakhir di Madinah dipenuhi dengan tour ke situs-situs bersejarah, dari Masjid Quba, serta beberapa lokasi bersejarah lainnya dan kunjungan ke kebun Kurma, entah mengapa dari semua tempat itu, Masjidil Nabawi dengan segala keteduhannya adalah tempat yang paling berkesan.

Tak terasa, kami memasuki hari terakhir di Madinah, perlahan-lahan bus melaju meninggalkan area Masjid, melewati pemakaman Baqi, dan menara-menara Nabawi terlihat dari kejauhan. Tak terasa, air mata menetes, haru, sedih, rindu bercampur aduk. pelupuk mata terasa hangat ada kesedihan yang syahdu meninggalkan kota ini.

Tips:
-Usahakan hadir satu jam sebelum jadwal shalat wajib untuk mendapatkan tempat di dalam masjidil Nabawi
-Bawa bottle spray (bisa di beli di Bin Dawood supermarket di belakang masjidil Nabawi), isi dengan air zam-zam untuk membantu menyejukkan wajah saat cuaca hangat. Sprayer ini juga bisa dipakai untuk berwudhu jika dibutuhkan.
-Sediakan uang pecahan (jika mampu pecahan besar tentu lebih baik) dan berikan kepada petugas pembersih area mesjid. Mereka tidak menadahkan tangan tetapi berseragam khusus dan berdiri dalam posisi istirahat di area masjid saat mendekati waktu shalat wajib.
-Tanyakan kepada askar (petugas) kapan gerbang Raudah dibuka, sehingga bisa menyesuaikan jadwal ziarah ke Raudah.
-Memakai cadar di cuaca teluk yang panas selain membantu melindungi wajah dari sengatan matahari juga memberi rasa sejuk ketika cadar melambai-lambai dihembus angin.
-Jika ingin membeli abaya, maka di Madinah lebih mudah mencapai toko-tokonya yang berada di seputar Masjid.

Dokumen yang dibutuhkan:
Passport
Akte Lahir
KTP
KK
Buku Nikah (bagi yg sudah berumah tangga)
Pasphoto berwarna (80% wajah)





Tuesday, February 23, 2016

Legacy: apa yang tertinggal setelah kita pergi?

Awal bulan ini, mendapat begitu banyak berita yang membuat hati galau. Kondisi kesehatan si mama yang terus menurun, hasil pemeriksaan dokter yang membuat jantung berdetak lebih kencang: dioperasi dengan segala komplikasi yang ia miliki versus kondisi makin parah jika tak dioperasi, benar-benar ibarat makan buah simalakama. Dengan kondisinya yang dijangkiti berbagai penyakit beberapa tahun belakangan ini, adalah riskan melakukan operasi, ternyata tidak gampang memang, memilih diantara dua pilihan yang beresiko tinggi bagi hidupnya.

Baru kelar urusan berobat, terdengar diujung sana, berpulangnya si bibi, tak seorangpun dari kami berani memberitakan ini kepada mama, karena kuatir kondisi psikologisnya terpengaruh. Maka cukuplah kami sesama sepupu saling menyampaikan pesan, dan memastikan tak ada secuilpun dari berita itu yang sampai kepadanya.

Tak berapa lama, berita kehilangan lainnya, berpulangnya seorang teman SMA dan kakak kelas yang masih bisa dikatakan dalam usia yang cukup muda. Di mata saya keduanya ini adalah orang baik. Si kakak kelas, berjiwa sosial, giat dalam berdakwah. Saking giatnya waktu jaman kuliah dulu sebagian kami, adik binaannya takut jika ketahuan pacaran misalnya. Dan bagi adik yg bandel seperti saya (bandel: tak bisa mengiyakan begitu saja tanpa lewat proses berpikir) maka sudah bisa dipastikan "effort" beliau lebih keras lagi. Entah mengapa kebiasaan untuk tak mau ikut-ikutan instan ini tertanam kuat sejak dulu. Tetapi saya bersyukur, dengan sikap ini, mudah-mudahan apapun yang dilakukan selalu diusahakan dengan sebaik-baiknya, karena di dorong motivasi dari dalam dan untungnya, dengan menjadi diri sendiri tak perlu memasang topeng demi menyenangkan orang lain.

Ah, semoga si kakak mendapat tempat yang baik di sisiNYA, demikian juga teman SMA yg masih lajang ketika kembali. Kami tak terlalu dekat ketika SMA tetapi rutin berkomunikasi terkadang ketika mudik ataupun ketika bercanda di sosial media. Di tengah grup alumni yang mulai puritan, saya merasa mendapat teman ketika membaca komentar beliau. Ketika semuanya terbiasa menjadi homogen, maka pendapat yang berbeda akan dibahas, dihakimi oleh "self made" hakim-hakim itu. Meski tak ikut meramaikan percakapan disana, saya terhibur oleh caranya menanggapi cemoohan sekelompok "homogenous creatures" tadi. Yang terkadang lupa bahwa menjadi pribadi yang baik itu terlihat dengan bagaimana kita memperlakukan orang lain atau kelompok lain. Sulit mendapat teman seperti ini yang selalu menjaga ucapannya dan tak pernah terdengar menyakiti. Semoga jalanmu lancar teman, menuju keabadian, semoga disanalah kau bertemu jodohmu.

Terus terang, kepergian ketiga orang ini membuat saya berpikir, apa yang kita tinggalkan ketika suatu saat kita pun pergi? Saya tak ingin membahas amalan disini, karena bagi saya amal itu cukuplah kita yang tahu dan saya yakin setiap orang sedikit banyak pasti berusaha memperbaiki amalannya.

Lalu saya teringat tentang menjadi orang baik, penolong, bermanfaat bagi sesama, setidaknya itu bisa menjadi legacy kita. Entahlah belakangan ini saya berpikir bahwa ketiganya itu lebih penting ditujukan bagi yang benar-benar membutuhkan: keluarga, orang terdekat, orang miskin, anak sekolah dari keluarga tak mampu, pengungsi, orang yang tertimpa musibah. Sulit membedakan memang antara mereka yang membutuhkan dan mereka yang ingin "memanfaatkan". Golongan terakhir adalah mereka yang mampu sebenarnya tetapi ketika berhadapan dengan kita, tiba-tiba menjadi kurang mampu. Dan kita diharapkan memenuhi kebutuhannya, jika tidak maka bisa saja kita dituduh tidak berempati, kurang supportive dan lain-lain. Dan biasanya hubungan ini searah, yang satu mencurahkan yg lainnya menampung curahan tersebut.

Menjadi baik, mestinya ikhlas dalam memberi dan memberi bantuan, mestinya tidak menghitung seberapa banyak yang kita kontribusikan, gampang diucapkan tetapi sulit dilakukan. Sulit karena, tidak selamanya kita ada dalam kondisi pemberi sementara mereka yang terbiasa diberi terlanjur berharap, terlebih lagi jika mereka bukan dalam kondisi yang benar-benar membutuhkan pemberian tadi, tetapi hanya terbiasa menerima pemberian dan terus berharap akan situasi yang sama.

Lalu kemarin seorang teman mengirim pesan teduh: teruslah menebar kebaikan, semampu kita, seikhlas kita, karena kita tidak pernah tahu amal yg mana yang akan menjadi berkat kita kelak. 


Monday, January 4, 2016

Resolusi awal tahun 2016

Sejujurnya, membuat resolusi awal tahun sudah lama tertinggal di belakang. Semakin bertambah usia, semakin banyak tempat yang di tinggali, semakin menjadi diri sendiri, resolusi ini bukan lagi bersifat tahunan, tetapi lebih ke refleksi ke dalam. Bersyukur atas hidup yang telah dijalani, apapun itu baik yang membuat tertawa ataupun sebaliknya.

Tulisan dari penulis favorit saya mengenai resolusi 2016 menjadi klimaks atas refleksi perjalanan delapan tahun terakhir. Lewat Alkemis, beliau menggugah jiwa muda saya untuk terus menjelajah, mencari dan mengalami hal-hal baru, mencari hikmah atas pengalaman. Lalu sekali lagi, lewat resolusi ini, beliau menangkap dan mensarikan perjalanan hidup yang kemungkinan dialami oleh siapa saja.

"Close some doors. Not because of pride, incapacity or arrogance, but simply because they no longer lead somewhere".`Paulo Coelho.

Adalah niscaya untuk mendekap segala yang pernah kita punya, kita miliki. Dengan melepaskan akan tercipta ruang bagi yang akan datang.

Tulisannya begitu mengena, dan saya ingin menyimpannya sebagai catatan disini untuk dikunjungi saat diperlukan...

                                                         CLOSING 2015
One always has to know when a stage comes to an end. If we insist on staying longer than the necessary time, we lose the happiness and the meaning of the other stages we have to go through.
Closing cycles, shutting doors, ending chapters – whatever name we give it, what matters is to leave in the past the moments of life that have finished.

Did you lose your job? Has a loving relationship come to an end? Did you leave your parents’ house? Gone to live abroad? Has a long-lasting friendship ended all of a sudden?
You can spend a long time wondering why this has happened.


You can tell yourself you won’t take another step until you find out why certain things that were so important and so solid in your life have turned into dust, just like that.
But such an attitude will be awfully stressing for everyone involved: your parents, your husband or wife, your friends, your children, your sister.

Everyone is finishing chapters, turning over new leaves, getting on with life, and they will all feel bad seeing you at a standstill.

Things pass, and the best we can do is to let them really go away.
That is why it is so important (however painful it may be!) to destroy souvenirs, move, give lots of things away to orphanages, sell or donate the books you have at home.
Everything in this visible world is a manifestation of the invisible world, of what is going on in our hearts – and getting rid of certain memories also means making some room for other memories to take their place.

Let things go. Release them. Detach yourself from them.
Nobody plays this life with marked cards, so sometimes we win and sometimes we lose.
Do not expect anything in return, do not expect your efforts to be appreciated, your genius to be discovered, your love to be understood.

Stop turning on your emotional television to watch the same program over and over again, the one that shows how much you suffered from a certain loss: that is only poisoning you, nothing else.
Nothing is more dangerous than not accepting love relationships that are broken off, work that is promised but there is no starting date, decisions that are always put off waiting for the “ideal moment.”

Before a new chapter is begun, the old one has to be finished: tell yourself that what has passed will never come back.
Remember that there was a time when you could live without that thing or that person – nothing is irreplaceable, a habit is not a need.
This may sound so obvious, it may even be difficult, but it is very important.

Closing cycles. Not because of pride, incapacity or arrogance, but simply because that no longer fits your life.
Shut the door, change the record, clean the house, shake off the dust.
Stop being who you were, and change into who you are.

Paulo Coelho

 ---------------