Sunday, August 28, 2016

Umroh 2016: Sesi 1: Madinah (Kembali Ke Jati Diri)

Labbaika Allahuma labbaik...

Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba. Setelah sempat tertunda beberapa kali, akhirnya tekad pun dibulatkan, mau kerjaan kelar atau tidak, mau kontrak baru di teken atau tidak, saya hanya ingin berangkat kesana, ke tanah suci, mengunjungi kota nabi dan bersimpuh di Baitullah, mengikuti jejak Ibrahim, Ismail dan Rasulullah SAW.

Perjalanan panjang dengan Saudi Airlines dimulai dari Jakarta menuju Riyadh lalu setelah menurunkan sebagian penumpang, pesawat mengudara lagi menuju Madinah.

Kesan pertama yang didapat dari maskapai teluk ini adalah pramugari yang sama sekali tidak ramah. Pelayanan yang kurang mengenal customer service. Dengan pengalaman terbang dengan berbagai maskapai sebelumnya dari yang berkelas hingga budget airlines, baru kali ini saya terperangah akan sikap pramugari yang ga ada ramah-ramahnya. Percakapan pramugari dengan penumpang yang duduk di depan membuat kami yang duduk di bangku belakangnya terperangah.

Di awal perjalanan, pramugari menanyakan siapa yang ingin melanjutkan berpuasa maka tidak boleh meminta makanan hingga 14 jam ke depan alias tidak boleh berubah pikiran, "ini agak mirip kamp militer" batin saya. Sementara siapa yg memutuskan membatalkan puasa maka akan di hidangkan makanan sesuai jadwal, ahem! tentunya dengan suara lantang ala-ala Timur Tengah.

Alhamdulillah, sesaat setelah meninggalkan Riyadh waktu berbuka pun tiba, segera perut di ganjal dengan sepotong sandwich dan air minum. Tak berapa lama kami pun menjejakkan kaki di Madinah.

Petugas imigrasi adalah wajah pertama sebuah negeri. Wajah yang pertama kali menyapa pendatang dan memberi kesan pertama. Yang saya lihat, petugas imigrasi di tempat ini terkesan bermain-main dalam melakukan pekerjaan mereka. Bagi yang terlihat necis dan rapi mereka agak ramah tetapi bagi yang kelihatan tak berpunya, ah saya tak tega melihat bagaimana mereka di perlakukan. Di tengah antrian yang ramai, petugas tersebut akan seenaknya mendatangi kubikel rekan-rekannya yang lain dan bercanda bersama, sangat jauh sekali dari kesan profesional. Tak hanya itu, setelah melewati pos imigrasi pun, masih ada saja petugas iseng yang meminta diperlihatkan passpor padahal hanya ingin iseng menyapa.

Untunglah, jauh hari sebelum berangkat, saya diwanti-wanti beberapa teman untuk latihan bersabar selama di tanah suci, niatkan ibadah, dan jika ada kejadian tak mengenakkan ucapkan astaghfirullah dan bersabar, demikianlah persiapan mental tersebut terasa sangat bermanfaat.

Segera setelah mengambil bagasi, kami berjalan keluar bandara menuju bus yang akan membawa ke hotel. Udara sejuk di dalam bandara terasa sangat kontras ketika keluar, suhu lebih dari 45C segera menyapa. Hembusan hawa panasnya terasa menjilat di kulit seperti berada di dekat tungku yang membara.

Tak lama, bus yang kami tumpangi memasuki kota Madinah, dari kejauhan terlihat masjid Nabawi dengan lampunya yang terang benderang di gelapnya malam. Tak terkatakan apa yang saya rasakan saat melihat ke arah masjid, tak terasa air mata meleleh menyadari Almarhum Nabi yang menjadi teladan jutaan orang, manusia dengan ahklak yang paling baik, terkubur disana di bawah salah satu kubahnya. Ada perasaan haru merayap, menyusup di dada, menyadari bahwa Beliau yang selama ini di baca kisahnya, diikuti ajarannya, yang perkataannya dijadikan referensi berdiam di sana, diantara kerlap kerlip lampu masjidil Nabawi.

Madinah diberi julukan kota Nabi, karena sebagian besar hidup Beliau setelah mendapat wahyu dihabiskan disini. Praktis selama seminggu ke depan kami akan berada di kota ini. Hotel kami terletak di bagian belakang Masjid Nabawi, cukup berjalan beberapa menit maka kami akan sampai di pelataran masjid. Masjid Nabawi yang megah telah mengalami perluasan beberapa kali, saat ini juga sedang terjadi perluasan, hotel yang kami tempati akan segera di runtuhkan dalam waktu dekat untuk memperluas pelataran mesjid. Diam-diam saya berharap jika nanti terjadi perluasan, Taman Saqifah yang menjadi tempat historis pemilihan kalifah pertama kali tetap di pertahankan. Berkunjung ke taman ini, membawa ilusi ke masa lampau ketika sahabat-sahabat Rasul berdebat mencari pengganti Nabi tercinta yang telah berpulang, dan berkunjung ke tempat ini seribu tahun lebih setelahnya memberi kesan mendalam.

Demikianlah, seminggu pertama kami habiskan di kota ini. Pada awalnya saya kira, umroh Ramadhan akan terasa berat, terutama di musim panas. Ada kekuatiran apakah saya mampu berpuasa dengan kegiatan yang sedemikian banyak dan cuaca yang begitu panas. Kekuatiran yang ternyata tidak beralasan, pasalnya selama disana alhamdulillah meski cuaca panas, meski tarawih lebih lama dibanding puasa sebelumnya, segalanya lumayan lancar.

#Berbuka puasa di pelataran Masjidil Nabawi
Salah satu hihglight pengalaman saya selama umroh Ramadhan adalah berbuka puasa di pelataran Masjid Nabawi. Saya pernah membaca, memberi makan bagi orang yang berpuasa pahalanya setara dengan beribadah puasa jika dilakukan sendiri. Di kota Nabi ini saya menyaksikan betapa penduduk setempat begitu bergairah menjamu peziarah dengan bermacam-macam hidangan berbuka. Setidaknya di pintu bergang yang biasa kami masuki ada 2 truk besar penuh makanan. Petugasnya membentangkan semacam kanvas memanjang untuk tempat duduk dan di tengah kanvas itu meletakkan plastik panjang untuk alas tempat makanan di taruh. Peziarah tinggal memilih mau duduk dimana. Berbagai macam hidangan mulai dari jus buah, kurma, roti, daging maupun ayam panggang dan nasi menyerupai biryani terhidang. Indah sekali rasanya berbuka puasa dengan berbagai bangsa.

#Itikaf/Tarawih di Masjidil Nabawi dan Mengkonsumsi Air Zam Zam saat Tarawih

Selama bulan puasa otomatis, kebutuhan akan makanan dan minuman tidak sama dengan bulan-bulan lainnya. Otomatis sebagian besar waktu dihabiskan di Masjid, dari melaksanakan shalat wajib, shalat-shalat sunat hingga shalat Tarawih. Rata-rata Tarawih selesai pukul 12:30 dinihari, saatnya bergegas kembali ke hotel untuk tidur sejenak dan sahur lalu kembali lagi ke Masjid pukul 3 dinihari untuk shalat sunat qiyamul lail serta shalat Subuh. Kami memilih untuk berada di Masjid hingga waktu Dhuha dan kembali lagi saat Dhuhur hingga Tarawih.

Terkadang selesah Dhuhur kami menyempatkan diri melihat toko-toko yang ada di sekitar masjid terutama toko-toko yang menjual abaya dengan berbagai kualitas dan harga. Pengamatan saya yang termurah dengan harga sekitar 50 Real, ada di pelataran masjid Quba tetapi kualitasnya sangat biasa. Di sekitar mesjid juga banyak toko oleh-oleh. Tentunya belanja bukanlah fokus yang utama. Tetapi bagi saya membeli oleh-oleh secukupnya di tempat ini membantu saya untuk lebih fokus beribadah saat di Makkah.

Depot air minum tersebar di halaman mesjid, tetapi di dalam mesjid terdapat banyak galon air minum yang berisikan air zam-zam. Jika selama ini air zam-zam yang sejuk hanya di dapat ketika ada keluarga yang kembali dari tanah suci, disini kami bahkan memakainya untuk menyemprot muka (sprayer) ketika cuaca sedang panas. Sudah pasti disela-sela shalat Tarawih yang panjang, maka dahaga terpuaskan dengan air ini.

#Perjuangan memasuki Raudah


Raudah, lazim di sebut sebagai taman surga, adalah sebidang tanah diantara rumah Rasulullah dan mimbar beliau di masjid Nabawi (saat ini adalah area di seputar makam Rasulullah). Dan Beliau pernah bersabda bahwa Raudah adalah salah satu taman di antara beberapa taman surga. Raudah diyakini sebagai salah satu tempat yang multazam, alias jika kita berdoa dengan sungguh-sungguh dan penuh harap, maka doa kita akan di kabulkan. Bagi saya ini adalah pengetahuan baru, setahu saya majlis taklim juga merupakan taman surga.

Demikianlah, ternyata untuk memasuki Raudah perlu perjuangan tersendiri, dengan ukuran yang tidak begitu besar dan ratusan ribu orang yang ingin shalat sunat (dua rakaat) dan berdoa disana, bisa dibayangkan tantangan memasuki Raudah.

Untuk kalangan perempuan Raudah dibuka dari sisi kiri tengah Masjidil Nabawi, oleh petugas jamaah dikelompokkan berdasarkan asal negara. Bagi saya ini sangat masuk akal, jamaah asal Asia Tenggara yang berbadan cenderung kecil akan lebih aman berada diantara sesamanya jika dibandingkan harus berdesarkan dengan jamaah asal negara lain yang lebih besar dan lebih agresif. Terkadang ada saja jamaah yang tidak mematuhi sistim antrian berkelompok ini, sebaiknya kita jangan ikut-ikutan melanggar antrian, karena terus terang berdesakan dengan sesama tubuh Asia jauh lebih ringan dibandingkan dengan yang lainnya. Petugas telah mengatur sedemikian rupa pintu masuk dan pintu keluar tetapi ada saja jamaah yang melanggarnya.

Usahakan untuk membantu teman seperjalanan agar dapat shalat disana dan bergantian menjaga mereka saat shalat terutama karena padatnya jamaah yang keluar masuk Raudah, sampaikan doa yang ingin dipanjatkan dan bersegera meninggalkannya ketika urusan kita sudah selesai, sehingga kita memberi kesempatan kepada orang lain yang ingin bermunajat disana. Ketika terakhir kali mengunjungi Raudah, saya menoleh ke belakang, ada perasaan haru meninggalkan tempat ini, saya berdoa dalam hati suatu saat bisa kembali lagi ke Raudah, memanjatkan doa kepada Ilahi.

Hari terakhir di Madinah dipenuhi dengan tour ke situs-situs bersejarah, dari Masjid Quba, serta beberapa lokasi bersejarah lainnya dan kunjungan ke kebun Kurma, entah mengapa dari semua tempat itu, Masjidil Nabawi dengan segala keteduhannya adalah tempat yang paling berkesan.

Tak terasa, kami memasuki hari terakhir di Madinah, perlahan-lahan bus melaju meninggalkan area Masjid, melewati pemakaman Baqi, dan menara-menara Nabawi terlihat dari kejauhan. Tak terasa, air mata menetes, haru, sedih, rindu bercampur aduk. pelupuk mata terasa hangat ada kesedihan yang syahdu meninggalkan kota ini.

Tips:
-Usahakan hadir satu jam sebelum jadwal shalat wajib untuk mendapatkan tempat di dalam masjidil Nabawi
-Bawa bottle spray (bisa di beli di Bin Dawood supermarket di belakang masjidil Nabawi), isi dengan air zam-zam untuk membantu menyejukkan wajah saat cuaca hangat. Sprayer ini juga bisa dipakai untuk berwudhu jika dibutuhkan.
-Sediakan uang pecahan (jika mampu pecahan besar tentu lebih baik) dan berikan kepada petugas pembersih area mesjid. Mereka tidak menadahkan tangan tetapi berseragam khusus dan berdiri dalam posisi istirahat di area masjid saat mendekati waktu shalat wajib.
-Tanyakan kepada askar (petugas) kapan gerbang Raudah dibuka, sehingga bisa menyesuaikan jadwal ziarah ke Raudah.
-Memakai cadar di cuaca teluk yang panas selain membantu melindungi wajah dari sengatan matahari juga memberi rasa sejuk ketika cadar melambai-lambai dihembus angin.
-Jika ingin membeli abaya, maka di Madinah lebih mudah mencapai toko-tokonya yang berada di seputar Masjid.

Dokumen yang dibutuhkan:
Passport
Akte Lahir
KTP
KK
Buku Nikah (bagi yg sudah berumah tangga)
Pasphoto berwarna (80% wajah)