Wednesday, June 4, 2014

Makan, tidur dan spa di Siam Reap

Akhirnya keinginan untuk menyusuri candi-candi di Siam Reap yang terpendam sekian lama terwujud juga. Semua berawal dari skype chat dengan sahabat yg tinggal di Bangkok. Setelah membahas itenerary perjalanan, lalu yihaaa! Kami berdua pun meluncur ke bandara Don Muang tepat saat unjuk rasa di Thailand sedang marak-maraknya dan beberapa ruas jalan ditutup.Setelah deg-degan beberapa jam, ternyata perjalanan mulus menuju bandara tak terganggu demonstrasi sedikitpun.
DS Photo
Ta Prohm

Entah karena apa, perjalanan kali ini sangat tidak ambisius, untungnya sahabat saya, Uni Vika juga dalam mood yang sama. Bagi kita perjalanan ke Siam Reap adalah perjalanan leyeh-leyeh, tidak ada target khusus, tidak ada rencana mengunjungi ini-itu semaksimal mungkin, tetapi banyak rencana makan dan bersantai.

Demikianlah, kami mendarat malam hari di bandara Siam Reap, dan menginap di Gloria Angkor Hotel, yang lumayan jaraknya (dalam skala bajaj) dari kawasan French Quarter. Dari bandara kami mendapat taxi seharga $10 (tarif ke city center sekitar $7 saja).

Pelayanan di Gloria Angkor lumayan baik, stafnya ramah, hotel bersih dengan fasilitas standard (TV, AC, kolam renang serta sarapan pagi), dan ada tuk-tuk gratis bagi yg ingin pelesiran ke daerah French Quarter.

Sebelumnya, kami berdua sudah membuat list "cuisine lokal" yang ingin dicoba di Siam Reap: beef lok lak, Angkor fish curry (fish amok) dan Nom banh Chok aka "noodle in fish sauce".

Hari pertama di mulai dengan bangun siang, maklumlah dua minggu sebelumnya saya kurang tidur akibat meeting kantor baru (ciee.ciee...) dan dilanjutkan mengajak adik tersayang jalan-jalan di Bangkok, buat yg ingin meniru kudu ati-ati, selain kurang tidur akibat banyak mendengar curcol, juga bangkrut akibat banyak mentraktir selama berlibur. Untunglah si teman perjalanan, Uni Vika ga masalah dengan bangun siang, walhasil jam 10 pagi kami baru mulai bergerak untuk sarapan. Berikut ini adalah cuplikan dari perjalanan di Siam Reap.

#French Quarter: Old market-Father's restaurant.
Blok kota tua yang dipenuhi bangunan bergaya lama dipenuhi dengan restoran, toko cindera mata, pub, kafe dan spa. Di depannya terdapat pasar tradisional yang menjual berbagai kebutuhan termasuk cindera mata khas Cambodia. Kami memulai  hari dengan menyusuri pasar tradisional di French Quarter. Pasar disini tak ubahnya seperti pasar di Indonesia, berbagai sayuran segar, buah serta makanan lokal di jual disini. Puas menikmati pemandangan pasar dan sedikit takjub melihat ada beberapa ibu-ibu berjilbab berjualan di daerah mayoritas beragama Buddha ini, kami merasa lapar dan berdasar kekeran si Uni, tempat terbaik menikmati masakan lokal adalah di Father's restaurant yang bersebrangan dengan Old Market. Charlie, pelayan di tempat itu sangat ramah, keramahan yg membuat kami betah berlama-lama di tempat itu. Segera saja kami kalap memesan makanan: beef lok lak, khmer fish curry, tumis kangkung, lumpia dan fish soup serta nasi hangat terhidang, yum yum!
Terus terang Father's restaurant ini tempatnya cukup sederhana tetapi makanannya justru lebih enak daripada Khmer Kitchen yang tak jauh dari tempat ini. Setelah mencoba berbagai menu, kami menyimpulkan khmer fish curry adalah juaranya.

#Lemongrass spa
Setelah perut kenyang dan mata mulai mengantuk, kami berdua memutuskan untuk berkunjung ke spa. Lemongrass spa yg masih berlokasi di French Quarter menjadi tujuan kami, apalagi setelah membaca tempat ini mendapat trip advisor's award. Segera saja, kaki yang sudah pegal menyusuri Bangkok, minggu sebelumnya dimanjakan dengan foot massage dan dilanjutkan dengan "Khmer Body Massage" yang super relaxing dan menenangkan. Dalam hitungan menit kami berdua pun tertidur lelap dan baru bangun dua jam kemudian ketika mba-mba pemijit menyatakan sudah selesai :)-maaf ya mba! Sebagai spa lovers (apalagi yg affordable begini), maka hanya sehari saja kami tak mampir disini dari keseluruhan hari yg kami habiskan di Siam Reap. We love you lemongrass spa!

#Angkor nite market
Sebenarnya tempat ini masih di kawasan French Quarter, yang disiang hari agak tenang dan dipenuhi kafe, sementara malam hari banyak "street vendors" berkeliaran dan musik berdentum-dentum dari berbagai kafe yang mulai menyala menjelang malam. Sekilas jalanan dan suasananya mengingatkan saya akan "French Quarter" di New Orleans sana, dengan lampu berkelap-kelip dan pejalan kaki berseliweran, bedanya di New Orleans kafe-kafe dipenuhi musisi jazz and blues yang aduhai.

#Cambodian Muslim restaurant
Bagi yang kudu makan makanan halal, ada beberapa opsi tersedia. Paling banyak tentunya masakan India yang terdapat di French Quarter (Maharajah, Ababa curry house) yang bercita rasa India, tetapi jika ingin cita rasa Melayu maka Cambodian Muslim restaurant akan menjadi pilihan yang asik. Ikan bakar, sop daging, serta menu-menu lainnya sangat menggugah selera di tempat ini. Namun lokasinya sedikit ke arah luar dari French Quarter

#Temple(s) adventure: Angkor Wat, Bayon dan Ta Phrom.
Angkor Wat
Terus terang, ada banyak sekali candi di Siam Reap dan rasanya kudu tinggal lama untuk dapat menyusuri tempat ini satu persatu. Setelah melakukan riset ini-itu kami memutuskan hanya akan mengunjungi tiga diantara berbagai banyak candi yang ada.
Angkor Wat merupakan kompleks terbesar diantara candi-candi yang tersebar. Kami memutuskan untuk membayar jasa pemandu wisata sehingga bisa mendapat informasi sedikit mengenai candi ini. Menurut Charlie, candi terbesar ini awalnya dibangun oleh raja Suryavarman VII, awal abad ke-12 namun kerajaannya dikuasai Chams/ Siam (berasal dari Thailand?), dan pembangunannya di selesaikan oleh raja baru, Jayavarman II yang memindahkan ibu kota kerajaan ke Angkor, setelah mengalahkan Siam. Nama kota Siam Reap sendiri berarti Siam yang dikalahkan.Selanjutnya raja ini membangun dua candi lainnya: Bayon dan Ta prohm.
Menurut yang saya baca, Jayavarman semasa mudanya pernah berguru ke Jawa sebelum kembali ke Angkor. Sekilas Angkor Wat terlihat seperti candi Prambanan, dengan empat menara di atasnya. Angkor Wat pada mulanya adalah candi Hindu yang didedikasikan untuk Wisnu dan menara-menaranya diumpamakan sebagai "meru" yang merupakan tempat para dewa. Namun diabad ke-13 hingga saat ini, Aggkor Wat dikuasai oleh penganut Buddha. Menurut Charlie,  agama dan kekuasaan saling bersinergi, maka ketika kerajaan di dominasi oleh agama Buddha, maka Angkor Wat pun beralih fungsi menjadi tempat beribadah agama Buddha, dimana patung-patung Wishnu di selimuti kain oranye, dan pada beberapa dinding candi, terlihat ornamen-ornamen ditimpa warna oranye khas Buddha. Pintu masuk Angkor terbagi tiga, pintu utama bagi raja dan kalangan bangsawan, pintu kiri untuk kendaraan aka kereta kuda dan kendaraan lain yg digunakan pada masa itu serta pintu kiri bagi rakyat biasa. Pengalaman terindah? tentunya dari atas menara, memandang ke arah pintu masuk utama maupun merasakan semilir angin lewat dinding-dinding batu di puncak candi.

Bayon
Bayon merupakan candi resmi kerajaan yang juga dibangun raja Jayavarman VII, candi ini dipenuhi susunan batu berupa wajah di berbagai sudut serta menaranya dan merupakan candi Buddha. Keunikan candi ini adalah 216 wajah-wajah damai berukuran besar di seluruh bangunan dan pendapa candi. Ada yang beranggapan wajah-wajah ini merupakan wajah sang Buddha sendiri namun ada juga yang menilai wajah-wajah tersebut adalah wajah raja Jayavarman sendiri.

Tak banyak waktu yang saya habiskan di tempat ini, terlebih udara panas membuat matahari terasa membakar kulit ketika berjalan menyusuri bangunan candi. Uni yang menunggu dibawah sambil membaca buku mengajak saya berjalan kaki di belakang candi menuju "Terrace of the elephants" yang menjadi tempat raja-raja Angkor menyambut tamu. Pada masanya saya kira tempat ini sungguh sangat mewah, klasik dan berkelas.

Ta Prohm
Menjelang sore, kami melanjutkan perjalanan dengan tuk-tuk yang kami sewa seharian ke Ta Prohm. Candi lain yang juga didirikan raja Jayavarman VII, yang dulunya merupakan biara dan universitas untuk agama Buddha. Di tempat ini kayu-kayu raksasa membelitkan akarnya kebangunan candi. Dan bagi saya, ini adalah tempat yang romantis, entah pepohonan raksasa, hutan rimbun yang mengelilinginya atau sinar matahari sore keperakan yang membuat suasana lebih syahdu di tempat ini. Candi ini menjadi terkenal ketika Angelina Jolie lewat filmnya tomb raider syuting disini.

#Tonle Sap lake
Kami menyisihkan satu hari berkunjung ke Tonle Sap lake, reservoir air tawar terbesar di Asia Tenggara dan menyaksikan komunitas masyarakat bajau yang hidup diatas air dengan rumah terapung mereka. Terus terang kami sedikit kecewa berkunjung kesini, setelah menyaksikan rumah-rumah terapung, pasar terapung serta bangunan sekolah, klinik dan rumah-rumah diatas air, pemandu kapal yg kami sewa menawarkan kami untuk mengunjungi sekolah lokal dengan anak-anak yatim-piatu maupun anak-anak dari kalangan tak mampu. Yang membuat kami sedikit kaget adalah ketika kapal diarahkan ke toko terapung dimana pemiliknya terkesan memaksa kami membeli barang-barang jualannya bagi anak-anak tersebut. Terus terang, kami tidak suka bila melakukan sesuatu karena terpaksa, dan si penjual terlihat sedikit sewot ketika kami memutuskan membeli barang-barang lainnya. Ketika berkunjung ke sekolah disana sini terlihat banyak sekali buku serta alat tulis sumbangan wisatawan, sekilas saya bertanya apakah tempat ini semacam "scam" bagi wisatawan yang berkunjung ke Tonle Sap. Staf di tempat itu menawarkan kami untuk berfoto dengan anak-anak, tetapi kami dengan halus menolak dan menyerahkan bingkisan langsung kepadanya untuk dibagikan kepada anak-anak tersebut.

Jika ditanyakan, apakah saya ingin kembali ke Siam Reap? Demi fish amok, Ta Prohm dan Lemongrass spa, ya saya ingin bisa kembali lagi kesana suatu saat.

Tips:
# Bawa US$ ketika bepergian ke Siam Reap
#Tarif tuk-tuk dalam kota sekitar 3-5$
#Sewa tuktuk seharian $10
#Bangun pagi untuk mengunjungi candi karena antrian cukup panjang saat membeli pass masuk. Bagi yang tidak ambisius seperti saya cukup membeli one day pass, yang bisa dipakai untuk mengunjungi 3 candi (atur waktunya, satu di pagi hari, satu siang dan satu di sore hari)
#Khmer fish curry dan Khmer massage kudu dicoba
#Oleh-oleh dapat dibeli di Old Market, tas etnik, kain sutera maupun tenunan bermotif kotak-kotak khas Siam Reap.
#Bagi yang perutnya kebal, jajanan pinggir jalan tampaknya wajib dicoba, meskipun mereka menggugah selera, saya menahan diri untuk tidak mencoba mengingat konsekuensi yang saya dapat dari perjalanan-perjalanan sebelumnya.