Sunday, January 20, 2013

Balada Nasi Padang dan Tempat yang tak terkunjungi

Tak mudah hidup jauh dari keluarga, apalagi memiliki orang tua yang mulai di dera berbagai penyakit. Terkadang mendapat miscall dari "unkonwn number" abroad atau dari nomor telepon tak dikenal dengan kode Indonesia bisa membuat "sport jantung", kaki lemas maupun deg-deg-an tak karuan.

Terlebih lagi bila orang tua kita tinggal seorang. Meski tak jarang banyak juga cerita-cerita lucu yang membuat gemes sekaligus mengundang tawa. Baru-baru ini si kakak yang menjaga mama di seberang lautan ngedumel kalau anak asuhnya alias si mama susah diatur makannya. Padahal beberapa kali dokter sudah mengingatkan, dia harus mulai menjaga apa yg dimakan termasuk porsi yang dimakan, mengingat beberapa tahun terakhir diabetes mulai menggerogoti.

Alih-alih menjaga makanan sendiri, si kakak kadang suka di perlakukan sebagai mandor yg mengawasi gerak-geriknya. Ada kalanya beliau tak mau makan karena makanan tidak berasa, beginilah nasib, lahir dan dibesarkan di Padang yang terkenal dengan masakan penuh bumbu menggugah selera. Di lain hari, beliau ngumpet dan beralasan jalan pagi dan tak berapa lama pemilik warung dekat rumah memberi laporan bahwa seporsi penuh lontong sayur mengisi perutnya beberapa hari ini, sehingga bubur gandum yang sudah disiapkan di rumah hanya dicicipi sedikit saja.

Akhirnya si kakak mengalah, daripada sembunyi-sembunyi makan diluar dan kita tidak tahu apa yg dimakannya, akhirnya di buat masakan ala Padang dengan porsi yang di kontrol dan bumbu yang sedikit di modifikasi. Fanatisme terhadap masakan Padang ini tampaknya sangat kental pada si mama.

Tahun lalu, saya mengajaknya jalan-jalan. Ketika ditanya mau kemana, dia menjawab "Singapura". Wah, bagus juga dalam hati saya, kenapa tidak Bali atau Jogja?". Katanya biar bisa melihat negara lain. Sudah lama dia memendam keinginan ke Singapura yang cukup dekat dari Medan, tempat ia tinggal meski ia sering pergi ke Penang dan KL, tempat ia berobat beberapa tahun terakhir ini.

Demikianlah akhirnya kami bertemu di Singapura. Di sepanjang perjalanan di taksi, ia melihat keluar, ke jalan, ke gedung-gedung perkantoran dan apartemen yang menjulang tinggi. Tak ada macet ya disini? tidak seperti Medan dan Jakarta, katanya. Tampaknya ia sangat menikmati Singapura, melihat betapa transportasi lancar, kotanya bersih, banyak taman kecil dimana-mana serta bunga-bunga bermekaran di sepanjang jalan.

Hingga, tibalah saat makan. Di hotel dekat kami tinggal terdapat banyak restoran India. Setelah kami duduk dan mulai makan, ia bertanya," tak ada ya masakan Padang?". Ya, mungkin ada tapi tidak di dekat sini, ujar saya. Karena kita baru sampai ya kita makan disini saja dulu. Ia terdiam, dan makan sedikit saja. Sementara si kakak mulai tersenyum-senyum.

Begitulah, setelah hari itu, mau tak mau kami harus mencari restoran Padang untuk sekedar makan. Dari restoran kecil di salah satu food court di Orchard Road, hingga bolak-balik  dari Little India, dimana kami tinggal ke restoran Garuda di Vivo City.

Baru-baru ini, saya menelepon beliau dan bertanya apa ia mau jalan-jalan lagi. "Maunya kemana?" tanya saya. Ke Vietnam!" dia menjawab dengan antusias, "atau Kamboja". Yang terakhir ini masuk dalam lists negara yang ingin saya kunjungi. Hmmm...tak berapa lama saya menyahut, tapi kalau nanti disana tidak ada Nasi Padang bagaimana?". Tak ada jawaban di seberang sana. " Ya, sudah, pikir-pikir dulu aja," jawab saya. Nanti di telpon lagi.

Ketika ditelpon lagi, jawabnya? , "ya sudah kemana saja deh yang penting ada nasi Padangnya."Gubrak!!!

Semoga ini tak dialami keluarga asal Padang lainnya :)