Sunday, March 3, 2013

1/365 it's rejuvinating! Sehari bersama sahabat


Rejuvenating! Kata yang paling tepat untuk mengekspresikan rasa yang muncul setelah bertemu beberapa sahabat setelah tak bertemu setahun dan bahkan bertahun-tahun.

Ketika terbang dari Copenhagen musim dingin yang lalu, ada rasa sedih yang muncul. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, pulang berarti menuju ke barat, tetapi kali ini pulang menuju timur dan selanjutnya ke selatan, ke benua yang baru. Barat aka Maryland dan DC, mau tak mau akan menjadi bagian dari kenangan.

Terus terang, setelah menginjak usia dewasa, tak mudah menemukan sahabat baru, yang klop, yang apa adanya, yang membuat kita bersama-sama, menjadi diri sendiri, terbuka, saling mendukung dan mendengarkan, melakukan aktivitas bersama dan memetik kebahagiaan yang tercipta detik demi detik yang dilalui tentunya melalui momen-momen yang menghimpit dada saat terjadi dan ditertawakan ketika sudah berlalu.

Bagi saya, memiliki sahabat bukan berarti kita selalu memiliki pandangan yang sama terhadap berbagai hal, atau menyetujui segala sesuatu yang disetujui sahabat kita. Justru dengannya, kita bebas mengutarakan pendapat kita tanpa takut dihakimi, tidak menjadi orang lain untuk sekedar diterima olehnya, bahkan boleh jadi kita tetap berteman dengan orang-orang yang berkonflik dengan sahabat kita. Yang terakhir terdengar kurang alami, bagaimana mungkin kita berteman atau menjaga hubungan baik dengan orang yang berkonflik dengan sahabat kita? Tentu saja dengan menjaga integritas kita, independensi/ ketidak-berpihakan dan tentunya dengan tidak menjadi pembawa pesan terutama yang bernada negatif mengenai keduanya. Dan yang pasti, dengan sahabat terkadang ada hal-hal yang lebih baik kita simpan dan tak perlu menanyakan lebih jauh.

Tak jarang, persahabatan yang telah dibangun bertahun-tahun tergelincir seiring dengan waktu. Boleh jadi hubungan kita renggang karena ada hal-hal yang sangat prinsip yang tidak dapat di jembatani maupun di tolerir, atau dalam pengalaman saya, ketika bertemu lagi, saya tidak lagi mengenali mereka seperti yang selama ini saya tahu.

Ya, orang pasti berubah, tak terkecuali diri sendiri. Tetapi ketika menyadari ketika menghabiskan waktu bersama, satu hari dalam 365 hari tersebut  tidak memberi rasa nyaman, terasa asing, topik yang dibicarakan tidak lagi personal, terlalu banyak dibubuhi misteri yang meninggalkan banyak pertanyaan dan wajah-wajah terasa seperti topeng, dan tak jarang saya tiba-tiba berhadapan dengan "VVIP", yang sibuk mengutak atik gadget terakhir dalam beberapa jam tersebut, diselingi sesi-sesi pengambilan potret dengan senyum "template" saya lantas bertanya dalam hati, mengapa saya membuang waktu berharga ini, dan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan keluarga dan sahabat lainnya, dimana dengan secangkir kopi atau teh, kita berbicara tentang hidup, tentang hal-hal yang tak sempat dibagi dalam 365 hari kita, tentang kelucuan tingkah ponakan yang baru hadir, tentang tukang ojek, tentang lelucon-lelucon masa lalu yang turut terbawa ke sekarang, tentang ruwetnya merawat orang tua yang memasuki usia lanjut, tentang harapan-harapan kita akan masa depan?

Terakhir, bersahabat seperti hal lainnya juga berarti kita "membatasi harapan-harapan kita akan mereka" dengan "me-manage expectation" kita tidak melulu mengharapkan mereka hadir sebagai penolong setiap saat. Dengan tidak berharap banyak, maka kita tak perlu kecewa.


(Bali, Jakarta, 2013-muchas gracias)