Tuesday, July 16, 2013

Alkisah seorang guru

Masih teringat sepuluh tahun lalu, di kotanya orang Sasak. Seorang pemuda tampan, berbudi berkata:

"Jadikanlah aku muridmu,".
"Aku akan melakukan melakukan perintahmu," ucapnya.

Sekilas ia teringat tentang Rumi dan Shamsi Tabrizi. Lalu perempuan yang dianggap guru tadi menjawab.
"Maaf, aku sendiri sedang belajar, bagaimana aku bisa menjadi guru?"
"Kau jelajahi saja dunia ini, lalu  pilah-pilahlah dengan pikiranmu sendiri".
"Terkadang dalam sunyi akan kau temui jawaban".
"Aku sendiri tak pernah menganggap aku lebih pandai darimu ataupun lebih bodoh", ujarnya.

#catatanperjalanan

Wednesday, July 3, 2013

Film-film Terfavorit Sepanjang Masa

Baru-baru ini seorang teman bertanya, kalau kamu harus pergi mengungsi ke pulau terpencil tetapi masih bisa menonton film dan dibolehkan membawa 3 film, maka apa yang kamu bawa?

Hmmm....ding! dong! Setelah mempertimbangkan berbagai kriteria antara lain, emosi yang dirasakan ketika menonton film, rasa penasaran yang tak putus sepanjang film ditayangkan, kemampuan film membuat penonton mengambil beragam interpretasi, serta yg terpenting "awareness" atau kesadaran baru yang timbul dalam pemikiran aka "the moment of truth" yang didapatkan seusai menyaksikan sebuah film, maka "eng", "ing", "eng", inilah pemenangnya.

1. Roshomon (1950) oleh Akira Kurosawa
 Roshomon bercerita tentang bagaimana sebuah kejadian atau insiden yang sama dipandang dari  tiga sudut yang berbeda oleh orang-orang yang memberi kesaksian. Kesaksian untuk mengungkap kebenaran yang nyatanya terpengaruh dari ego atau kepentingan si pemberi kesaksian itu sendiri. Yang saya sukai dari film ini adalah bagaimana Kurosawa mampu menampilkan berbagai realita dari kejadian yang sama lewat kesaksian-kesaksian tersebut (samurai, bandit, isteri samurai dan penebang kayu) . Dan sebagai perempuan saya menarik kritik dari Kurosawa tentang perempuan dan kesucian perempuan mungkin pada masa itu. Bagaimana isteri sang Samurai yang telah dinodai kesuciannya oleh Tajomaru si bandit, menolak untuk hidup dengan si pemerkosa dan memilih untuk menyelamatkan nyawa sang suami. Suami yang nyawanya ia perjuangkan menolaknya karena kesuciannya yang telah ternoda. Isteri samurai lalu menantang keduanya untuk berkelahi dan mengatakan bahwa keduanya, suaminya dan Tajomaru bukanlah lelaki yang sesungguhnya, karena seorang laki-laki akan berjuang untuk mendapatkan cinta seorang perempuan.

2. Persona (1966) oleh Ingmar Bergman
Fanny dan Alexander adalah titik temu saya denga karya Bergman. Seperti halnya film ini, "Persona" memberi efek yg sama. Yakni interpretasi yang beragam setiap kali saya menonton ulang film ini. Persona berkisah tentang hubungan seorang aktris terkenal, Elisabeth, yang tiba-tiba tidak lagi berbicara sehingga harus dirawat, dengan perawatnya, Alma. Bergman menampilkan tayangan mengenai perang Vietnam, korban holocaust yang tampaknya mempengaruhi aksi diam Elisabet. Disini terjadi pergeseran fungsi, dengan diamnya Elisabet, maka Alma sang perawatlah yang terus berbicara. Sehingga justru Alma menemukan terapi pada Elisabet yang seharusnya ia rawat, dan ia juga mengungkapkan rahasia-rahasia pribadinya.  Persona membawa saya pada kesadaran bagaimana kepribadian kita dipengaruhi oleh orang-orang disekitar kita. Meski setiap orang yakin ia adalah unik dan orisinil tetapi pada akhirnya karakter yang kuat akan mempengaruhi karakter yang lemah sehingga terjadilah "copycat", si peniru tidak bisa lagi membedakan antara dirinya dan apa yang ia tiru.

Dalam film-filmnya Bergman, saya sekilas merasakan pertanyaanya tentang keotentikan, tentang kebebasan dan berpikir independen, tentang asumsi yang patut dipertanyakan akan sesuatu yang dianggap kebenaran mutlak, tentang ketakutan-ketakutan dan kegelisahan kita dalam menjalani hidup.

3. The Wizard of Oz (1939) oleh L. Frank Baum
Film satu ini meskipun berlatar musikal dan banyak di tonton anak-anak, tetap asik ditonton berulang kali. Film yang dibintangi Judy Garland ini berkisah tentang pencarian diri, untuk setiap orang yang mencari jati dirinya, ia tak perlu jauh-jauh, karena sesunggunya ia bisa mencari dari dalam dirinya sendiri.